Menu

Makalah Permasalahan Pendidikan di Indonesia



PERMASALAHAN PENDIDIKAN
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Landasan Pendidikan
Dibimbing Oleh Dosen : Triesninda Pahlevi, S.Pd .,M.Pd





Disusun oleh :

1.      Windy Ning Lina O       138554006
2.      Nurul Hidayah               138554024
3.      Willy Ilham P.Y             138554044
4.      Rina Ningtias                 138554076
5.      Annisa Maharinda          138554088




UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS EKONOMI
S1 PENDIDIKAN EKONOMI
2013-2014



KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayahnya kepada ilahi sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Adapun makalah yang kami buat ini yang  berjudul ‘’ Fungsi Controlling Dalam Manajemen”. Penulisan makalah ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada:

1)            Ibu Triesninda Pahlevi , S.Pd.,M.Pd selaku dosen pembimbing kami

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik maupun saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi menyempurnakan tugas makalah ini. Semoga tugas makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin .
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Surabaya,20 Februari 2014


Tim Penyusun












DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................. 1
DAFTAR ISI ................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 3
1.1        Latar Belakang ........................................................................................... 3
1.2        Rumusan Masalah ...................................................................................... 4
1.3        Tujuan ........................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 5
1.1        Definisi Permasalahan Pendidikan............................................................. 5
1.2        Permasalahan Pendidikan........................................................................... 5
1.3        Masalah Pendidikan di Indonesia............................................................... 14
1.4        Solusi Untuk Mengatasi Permasalahan Pendidikan.................................... 27
1.5        Permasalahan Aktual Pendidikan dan Penanggulangannya....................... 30
BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 32
1.1  Kesimpulan ................................................................................................... 32
1.2  Saran ............................................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 36

















BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kota dan kabupaten.
Salah satu faktor rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah karena lemahnya para guru dalam menggali potensi anak.Para pendidik seringkali memaksakan kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswanya.Kelemahan para pendidik kita, mereka tidak pernah menggali masalah dan potensi para siswa. Pendidikan seharusnya memperhatikan kebutuhan anak bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan yang baik adalah dengan memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu harus dilakukan sebab pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa diarahkan.
Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam membimbing siswa, kurikulum yang sentralistik membuat potret pendidikan semakin buram.Kurikulum hanya didasarkan pada pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat. Lebih parah lagi,pendidikan tidak mampu menghasilkan lulusan yang kreatif. Ini salahnya, kurikulum dibuat di Jakarta dan tidak memperhatikan kondisi di masyarakat bawah.Jadi, para lulusan hanya pintar cari kerja dan tidak pernah bisa menciptakan lapangan kerja sendiri, padahal lapangan pekerjaan yang tersedia terbatas.Kualitas pendidikanIndonesia sangat memprihatinkan.Berdasarkan analisa dari badanpendidikan dunia (UNESCO), kualitas para guru Indonesia menempati peringkat terakhir dari 14 negara berkembang di Asia Pasifik. Posisi tersebut menempatkan negeri agraris ini dibawah Vietnam yang negaranya baru merdeka beberapa tahun lalu.Sedangkan untuk kemampuan membaca, Indonesia berada pada peringkat 39 dari 42 negara berkembang di dunia. Lemahnya input quality, kualitas guru kita ada diperingkat 14 dari 14 negara berkembang. Ini juga kesalahan negara yang tidak serius untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dari sinilah penulis mencoba untuk membahas lebih dalam mengenai pendidikan di Indonesia dan segala dinamikanya.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa definisi dari permasalahan pendidikan ?
2.      Apa saja permasalahan pendidikan ?
3.      Apa saja permasalahan pendidikan di negara Indonesia ?
4.      Bagaimana solusi untuk mengatasi permasalahan-permasalaahan pendidikan tersebut ?
5.      Apa saja permasalahan actual pendidikan dan bagaimana penanggulangannya ?

1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui definisi dari permasalahan pendidikan
2.      Untuk mengetahui apa saja permasalahan pendidikan
3.      Untuk mengetahui apa saja permasalahan pendidikan di negara Indonesia
4.      Untuk mengetahui bagaimana solusi untuk mengatasi permasalahan-permasalaahan pendidikan tersebut
5.      Untuk mengetahui apa saja permasalahan actual pendidikan dan bagaimana penanggulangannya










BAB II
PEMBAHASAN

1.1    Definisi Permasalahan Pendidikan atau Problematika Pendidikan
Problematika adalah berasal dari akar kata bahasa Inggris “problem” artinya, soal, masalah atau teka-teki. Juga berarti problematik, yaitu ketidak tentuan.
Tentang pendidikan banyak definisi yang berbagai macam, namun secara umum ada yang mendefinisikan bahwa, pendidikan adalah suatu hasil peradaban sebuah bangsa yang dikembangkan atas dasar suatu pandangan hidup bangsa itu sendiri, sebagai suatu pengalaman yang memberikan pengertian, pandangan, dan penyesuaian bagi seseorang yang menyebabkan mereka berkembang. Definisi pendidikan secara lebih khusus ialah suatu proses pertumbuhan di dalam mana seorang individu di bantu mengembangkan daya-daya kemampuannya, bakatnya, kecakapannya dan minatnya. Sehingga dapat di simpulkan disini bahwa pendidikan adalah, suatu usaha sadar dalam rangka menanamkan daya-daya kemampuan, baik yang berhubungan dengan pengalaman kognitif (daya pengetahuan), afektif (aspek sikap) maupun psikomotorik (aspek ketrampilan) yang dimiliki oleh  seorang individu.
Adapun yang dimaksud dengan problematika pendidikan adalah, persoalan-persoalan atau permasalahan-permasalahan yang di hadapi oleh dunia pendidikan, khususnya Negara Indonesia.

1.2     Permasalahan pendidikan
Permasalahan pendidikan baik sebagai ilmu teoritik maupun sebagai ilmu terapan tidak pernah lepas dari permasalahan. Sebagai ilmu teoritik telah terjadi perbedaan-perbedaan konsep dalam berbagai hal yang tersangkut di dalamnya, sedangkan dalamkegiatan penerapan ilmu tersebut terjadi juga hambatan-hambatan, baik akibat perbedaan konsep yang dipakai sebagai dasar maupun akibat penghambat yang sifatnya tehnis.
A.    Permasalahan Teoritis
Permasalahan Teoritis antara lain akibat perbedaan ilmu-ilmu pendukung yang digunakan dan juga akibat perbedaan konsep dalam ilmu-ilmu pendukung tersebut. Sebagian pemikir pendidikan hanya memasukkan filsafat, psikologi, dan sosiologi dalam menyunsun konsep dan merancang pelaksanaan pendidikan, sedangkan pemikir lain menggunakanjuga acuan yang lain, misalnya politik, ekonomi, IPTEKS dan sebagainya. Dalam menggunakan ilmu-ilmu diluar pendidikan itu sendiri terdapat banyak pola yang dipakai berdasarkan berbagai sudut pandang yang ada dalam ilmu-ilmu tersebut.
Dalam menggunakan filsafat untuk acuan telaah filsafat misalnya para pemikir pendidikan bertolak dari aliran yang berbeda-beda dalam memberikan pandangan terhadap komponen-komponen pendidikan. Terhadap peserta didik misalnya ada yang menggunakan pandangan bahwa manusia tidak perlu dididik karena semuanya sudah ditentukan oleh bakatnya (Nativisme) ada juga yang menggunakan pandangan bahwa manusia harus dididik (Empirisme) dan ada yang memandang manusia ditentukan oleh bakat dan lingkungannya (Konverdensi). Sudut pandang yang berbeda ini akan berpengaruh terhadap pangambilan kebijakan dan pembuatan rancangan dan pelaksanaan pendidikan.
Perbedaan pendapat dalam psikologi punya pengaruh yang sama seperti pengaruh perbedaan filsafat. Keputusan kebijakan tentang tujuan pendidikan, materi, metode, evaluasi, dan sebagainya akan berbeda kalau pemikiran pendidikan yang menggunakan dasar psikologi yang behaviouristik atau menggunakan dasar kognitif. Pandangan psikologi yang behaviouristik lebih menekankan sasaran pendidikan ada pembentukan tingkah laku obyektif dan menggunakan metode yang mekanis sedangkan pandangan yang kognitif menekankan pada pendidikan kemampuan jiwa yang tidak nampak dan lebih menekankan pada pemahaman. Perbedaan sudut pandang bidang psikologi ini juga merupakan penyebab munculnya permasalahan yang sampai saat ini belum bisa diatasi.
Di negara tertentu sudah memasukkan unsur perkembangan IPTEKS, Isu Demokrasi, HAM, Keragaman Budaya, Politik dan sebagainya, dalam berfikir tentang pendidikan, tetapi di negara tertentu, termasuk Indonesia relativ baru saja berfikir pendidikan dengan memperhatikan hal-hal tersebut.
Permasalahan-permasalahan teoritik tersebut di atas, dan masih ada permasalahan teoritik yang lain, akan menjadi ganjalan bagi pelaksanaan dan pengguna hasil pendidikan karena pengaruhnya yang berupa seringnya terjadi perubahan kabijakan pendidikan.

Menurut Umar Tirtaraharja ada lima jenis kesalahan yaitu:
1.      Kesalahan tehnis, misalnya pandangan yang mengatakan bahwa disiplin dapat dididik melalui kekerasan.
2.      Kesalahan sistematis, misalnya pandangan bahwa tempat belajar yang paling afdol adalah sekolah.
3.      Kesalahan teoretis, misalnya mengajar adalah memberikan ilmu.
4.      Penerapan yang salah, misalnya pandangan bahwa semakin banyak ilmu semakin membuat orang bahagia.
5.      Kesalahan filosofis, misalnya pandangan bahwa kesuksesan seseorang tergantung pada aspek keterampilan yang diperoleh (mengabaikan aspek moral).
Di bagian lain Tirtaraharja mengklasifikasikan masalah-masalah pendidikan tersebut menjadi tiga kelompok yaitu:
1.      Masalah operasional, masalah yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan, misalnya kesalahan pemilihan metode mengajar, memilih atau menggunakan media, dan sebagainya.
2.      Masalah struktural, atau mungkin dapat disebut masalah management, misalnya masalah system pendidikan yang digunakan, misalnya koordinasi, kebijakan, dan sebagainya.
3.      Masalah fundamental, misalnya yang mendasar, misalnya masalah teoretis, filosofis, dan sebagainya.
B.     Permasalahan Praktis
Permasalahan praktis pendidikan, disamping akibat pegangan teoritik yang tidak jelas seperti diuraikan diatas, timbul karena kondisi dan tuntutan dari faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan, yaitu:
1.            Perkembangan IPTEKS yang semakin cepat.
2.            Pertambahan penduduk yang tidak seimbang dengan fasilitas pendidikan.
3.            Peningkatan aspirasi masyarakat untuyk mendidik anaknya.
4.            Kekurangan dana.
5.            Belum adanya system management pendidikan yang mantap.
6.            Munculnya konsep-konsep baru yang dulu belum mendapatkan perhatian yang cukup.
Uraian singkat tentang jenis-jenis masalah tersebut diatas seperti berikut
1.            Pengaruh perkembangan IPTEKS.
Terdapat korelasi antara perkembangan pendidikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS). Ilmu pengetahuan merupakan hasil dari eksplorasi dan pembaharuan secara sistemik dan terorganisir dengan baik, mengenai alam semesta. Adapun teknologi adalah penerapan yang dirancang dan terencana dari ilmu pengetahuan untuk memenuhi hajat hidup atau kebutuhan hidup manusia. Sedangkan seni adalah kemajuan kebudayaan berupa aktivitas manusia berkreasi, yang indah untuk melaksanakan tugas kehidupan dengan menyenangkan.
Suatu contoh betapa pengaruh masalah kemajuan teknologi mempengaruhi sistem pendidikan, misalnya perkembangan teknologi informatika. Saat ini setiap saat ada kejadian suatu perkara dapat langsung disiarkan melalui televisi dan media cetak dengan gambar kejadian yang jelas. Demikian pula pendidikan yang dulu lebih banyak digunakan tatap muka langsung saat ini dapat dilaksanakan melalui internet tv atau modul. Peserta didik cukup duduk belajar dirumah. Kondisi ini mempengaruhi perubahan isi pendidikan dan metodenya, bahkan mungkin rumusan baru tujuan pendidikan selalu membutuhkan inovasi, termasuk sarana dan prasarana laboratorium, dan ketenagaan serta pendanaan pendidikan.
2.            Pengaruh pertambahan penduduk.
Laju pertumbuhan penduduk akan menimbulkan masalah dalam pendidikan. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali mengakibatkan penyediaan layanan pendidikan berupa sarana prasarana pendididkan beserta komponennya juga bertambah, hal ini menjadikan berkembangnya masalah pendidikan. Pertambahan penduduk yang dibarengi dengan meningkatnya usia rata-rata dan penurunan angka kematian serta panjangnya usia rata-rata manusia, mengakibatkan berubahnya struktur kependudukan. Yaitu proporsi penduduk usia dasar menurun dan meningkatnya anak usia sekolah lanjutan menengah, angkatan kerja dan usia tua berkat kemajuan dibidang gizi serta kesehatan. Dengan demikian terjadi pergeseran kebutuhan akan fasilitas pendidikan. Untuk fasilitas sekolah dasar berkurang sedangkan untuk fasilitas sekolah lanjutan dan perguruan tinggi meningkat termasuk juga angkatan kerja. Sedangkan untuk usia lanjut juga meningkat di perlukan pendidikan non formal dan keagamaan.
Sementara itu penyebaran penduduk yang tidak merata menjadi masalah dalam penyediaan sarana prasarana pendidikan beserta komponennya. Contoh dibangun SD kecil untuk daerah terpencil, di samping SD reguler pada pelita V yang lalu, namun kesulitan timbul dalam hal penyediaan gurunya, serta sarana lainnya. Di sisi lain kota-kota besar arus urbanisasi terus-menerus terjadi. Peristiwa ini menimbulkan pola yang dinamis dan labil, sehingga menimbulkan kesulitan bagi penyediaan sarana pendidikan. Begitu juga penyediaan lapangan kerja setelah selesai pendidikan juga mengalami kesulitan. Singkatnya pertuimbuhan penduduk yang tidak terkendali menimbulkan perkembangan masalah secara nyata.
3.            Peningkatan Aspirasi Masyarakat
Aspirasi masyarakat terhadap pendidikan semakin meningkat. Banyak pakar sepakat bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang memadai, teknologi yang tepat, hidup sehat yang lebih banyak, harus ada pekerjaan yang menopang, dan pendidikan merupakan alternatif untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan tetap tersebut. Pendidikan memberikan harapan bagi peningkatan taraf hidup dan menaikkan status sosial di masyarakat.
Di sisi lain sebagai peningkatan aspirasi masyarakat terhadap pendidikan, maka para orang tua mendorong anaknya untuk bersekolah, agar nantinya anaknya memperoleh pekerjaan yang lebih baik daripada orangtuanya. Begitu juga dorongan ini juga telah terkristal pada diri anak-anak itu sendiri. Mereka merasa susah bila anaknyan mendapat rintangan dalam sekolah, bahkan mereka mengorbankan apa yang di milikinya untuk keperluan sekolah anaknya. Inilah salah satu indikator dari meningkatnya aspirasi orangtua dan anak atau masyarakat terhadap pendidikan saat ini.
Sebagai akibat tersebut maka membanjirnya pelamar sekolah, dan arus pelajar meningkat secara drastis, sedangkan fasilitas sekolah berkembang lambat. Dampaknya anggaran pendidikan harus meningkat untuk menyediakan fasilitas pendidikan, sarana-prasarana beserta komponen lainnya. Di kota-kota di samping berkembangnya pendidikan formal, juga berkembang pula pendidikan  nonformal yang beranekaragam. Ini semua menjadikan berkembangnya masalah pendidikan.

4.            Problem Dana
Kekurangan dana merupakan problem klasik yang di alami semua negara berkembang dalam melaksanakan pendidikan. Keadaan semakin parah apabila pengambil kebijakan tidak atau kurang menempatkan posisi pendidikan bukan sebagai prioritas. Memang kebanyakan pemimpin setuju kalau pendidikan merupakan kunci keberhasilan pembangunan karena menyangkut sumber daya manusia, tetapi dalam praktek masih lebih memprioritaskan aspek pembangunan yang lain.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi problem dana ini disamping mengetuk hati dan pikiran para pengambil kebijakan juga harus pandai-pandai mengelola dana yang terbatas tersebut dengan mengadakan efisiensi dan perencanaan yang baik. Salah satu terobosan untuk mengatasi problem dana ini adalah dengan paradigma berfikir pendidikan yang inovatif yaitu mencari jalan lebih efisien, misalnya dengan pengembangan pendidikan yang dilaksanakan dalam ruang tertentu menjadi pendidikan yang sifatnya terbuka sehingga dapat menambah daya tampung peserta didik tanpa harus menambah gedung. Atau menggunakan media yang tepat sehigga tidak harus selalu menambah jumlah guru atau pendidik. Dapat juga mengambil langkah konkrit dalam upaya menyerahkan tanggungjawab pendidikan tidak hanya pada pemerintah tetapi juga menjadi tanggung jawab masyarakat.
5.            Belum adanya sistem manajemen yang mantap
Kemajuan zaman menuntut adanya manajemen yang handal karena kenyataan membuktikan bahwa faktor manajemen dapat merupakan faktor penyebab kurang optimalnya keberhasilan suatu organisasi atau lembaga. Meskipun sumber daya cukup memadai kalau tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan kegiatan berjalan dengan baik.
Majemen pendidikan di negara ini masih termasuk manajemen yang kurang mantap dengan indikator masih seringnya terjadi perubahan struktur organisasi pendidikan, kurang koordinasinya lembaga-lembaga pendidikan yang ada, arah pendidikan yang kurang jelas, perubahan kurikulum yang tidak jelas landasannya, pembinaan karir para penyelenggara pendidikan yang belum mantap, penggunaan anggaran yang belum efisien dan sebagainya.

6.         Munculnya konsep-konsep baru
Pendidikan tidak boleh kedap lingkungan dan kedap perkembangan konsep-konsep baru yang terjadi di lingkungan. Banyak konsep yang dulunya belum mendapatkan perhatian sekarang mau tidak mau harus dipakai acuan dalam berfikir dan berbuat dalam pendidikan. Konsep baru tentang demokrasi, HAM, otonomi, keragaman budaya, masyarakat madani, tuntutan global, peran politik, dan masih banyak lagi sekarang lebih mencuat keras dalam masyarakat dan kalau pendidikan memang merupakan sarana untuk pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan masyarakat, maka konsep-konsep baru tersebut mau tidak mau harus digunakan dalam berfikir dan berbuat dikalangan pemikir dan pelaksana pendidikan.
Konsep baru tentang demokrasi mengharuskan pendidikan menyempurnakan dirinya dengan penyempurnaan rumusan tujuan pendidikan materi pendidikan, metode, pengelolaan pendidikan dan sebagainya. Dengan juga untuk konsep-konsep yang lain.

Pembangunan pendidikan yang sudah dilaksanakan sejak Indonesia merdeka telah memberikan hasil yang cukup mengagumkan sehingga secara umum kualitas sumberdaya manusia Indonesia jauh lebih baik. Namun dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, kita masih ketinggallan jauh, oleh karena itu, upaya yang lebih aktif perlu ditingkatkan agar bangsa kita tidak menjadi tamu terasing  di Negri sendiri terutama karena terjajah oleh budaya asing dan terpaksa menari diatas irama gendang irang lain. Upaya untuk membangun sumber daya manusia yang berdaya saing tinggi, berwawasan iptek, serta bermoral dan berbudaya bukanlah suatu pekerjaan yang relatif ringan. Hal ini di sebabkan dunia pendidikan kita masih menghadapi berbagai masalah internal yang cukup mendasar dan bersifat kompleks. Kita masih menghadapi sejumlah  masalah yang sifatnya berantai sejak jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Rendahnya kualitas pada jenjang sekolah dasar sangat penting untuk segera diatasi karena sangat berpengaruh terhadap pendidikan selanjutnya, ada beberapa masalah internal pendidikan yang dihadapi, antara lain sebagai berikut.
1.         Rendahnya pemerataan kesempatan belajar (equity) disertai banyaknya peserta didik yang putus sekolah, serta banyaknya lulusan yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini identik dengan ciri-ciri kemiskinan.
2.         Rendahnya mutu akademik terutama penguasaan ilmu pengetahuan alam (IPA), matematika, serta bahasa terutama bahasa inggris padahal penguasaan materi tersebut merupakan kunci dalam menguasai dan mengembangkan iptek.
3.         Rendahnya efisiensi internal karena lamanya masa studi melampaui waktu standart yang sudah ditentukan.
4.         Rendahnya efisiensi eksternal sistem pendidikan yang disebut dengan relevansi pendidikan, yang menyebabkan terjadinya pengangguran tenaga terdidik yang cenderung terus meningkat. Secara empiris kecenderungan meningkatnya pengangguran tenaga terdidik disebabkan oleh perkembangan dunia usaha yang masih di dominasi oleh pengusaha besar yang jumlahnya terbatas dan sangat mengutamakan efisiensi (padat modal dan padat teknologi). Dengan demikian pertambahan kebutuhan akan tenaga kerja jauh lebuh kecil dibandingkan pertambahan jumlah lulusan lembaga pendidikan.
5.         Terjadi kecenderungan menurunnya akhlak dan moral yang menyebabkan lunturnya tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial, seperti terjadinya tawuran pelajar dan kenakalan remaja. Dalam hal ini pendidikan agama menjadi sangat penting menjadi landasan akhlak dan moral serta budi pekerti yang luhur perlu diberikan kepada peserta didik sejak dini. Dengan demikian, hal itu akan menjadi landasan yang kuat bagi kekokohan moral dan etika setelah terjun ke masyarakat. Masalah-masalah diatas erat kaitanya dengan kendala seperti keadaan geografis, demografis, serta sosio-ekonomi besarnya jumlah penduduk yang tersebar diseluruh wilayah geografis Indinesia cukup luas. Kemiskinan juga merupakan salah satu kendala yang memiliki hubungan erat dengan masalah pendidikan. Rendahnya mutu kinerja sistem pendidikan tidak hanya disebabkan oleh adanya kelemahan menejemen pendidikan tingkat mikro lembaga pendidikan, tetapi karena juga menejemen pendidikan pada tingkat makro seperti rendahnya efisiensi dan efektivitas pengolahan sistem pendidikan. Sistem dan dan tata kehidupan masyarakat tidak kondusif yang turut menentukan rendahnya mutu sistem pendidikan disekolah yang ada gilirannya menyebabkan rendahnya mutu peserta didik dan lulusannya. Kebijaksanaan dan progran yang ditujukan untuk mengatasi berbagai permasalahan di atas, harus di rumuskan secara spesifik karena fenomena dan penyebab timbulnya masalah juga berbeda-beda di seluruh wilayah Indonesia.
Sistem pendidikan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial budaya dan masyarakat sebagai supra sistem. Pembanguana sistem pendidikan tidak mempunyai arti apa-apa jika tidak singkron dengan pembanguanan nasional. Kaitan yang erat antara bidang pendidikan sebagai sistem dengan sistem sosial budaya sebagai supra sistem tersebut, dimana sistem pendidikan menjadi bagiannya, menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga permasalahan intern sistem pendidikan itu menjadi sangat kompleks. Artinya suatu permasalahan intern dalam sistem pendidikan selalu ada kaitan dengan masalah-masalah di luar sistem pendidikan itu sendiri. Misalnya masalah mutu hasil belajar suatu sekolah tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat disekitarnya, dari mana murid-murid sekolah tersebut berasal, serta masih banyak lagi faktor-faktor lainnya diluar sistem persekolahan yang berkaitan dengan mutu hasil belajar tersebut.
Berdasarkan kenyataan tersebut maka penanggulangan masalah pendidikan juga sangat kompleks, menyangkut banyak komponen dan melibatkan banyak pihak.
Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air kita dewasa ini, yaitui:
1.         Bagaimana semua warga Negara dapat menikmati kesempatan pendidikan.
2.         Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik dengan keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun kedalam kancah kehidupan bermasyarakat.
Yang pertama mengenai masalah pemerataan, dan yang kedua adalah masalah mutu, relevansi, dan juga efisiensi pendidikan.
1.3     Masalah Pendidikan di Indonesia
Dalam Laporan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bidang pendidikan, United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), yang dirilis pada kamis (29/11/07) menunjukkan, peringkat Indonesia dalam hal pendidikan turun dari 58 menjadi 62 di antara 130 negara di dunia. Yang jelas, Education Development Index (EDI) Indonesia adalah 0.935, di bawah Malaysia (0,945) dan Brunei Darussalam (0,965).
Mau tidak mau, itu mengilustrasikan bahwa kualitas pendidikan kita pun semakin dipertanyakan. Sebab, tingkat pendidikan Indonesia kian melorot.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan mengapa kualitas pendidikan kita bernasib sedemikian tragis.
Pertama, kondisi pemerintah yang sangat kental politis punya peran penting serta signifikan untuk memperkeruh keadaan. Tatkala keadaan pemerintah berpolitis, itu akan menyebabkan atmosfer pendidikan labil, sebut saja dalam hal kebijakan pendidikanyang dilahirkan pemerintah. Pendidikan selalu berada dalam rangkulan kepentingan politik tertentu. Aroma “politik pendidikan penguasa” sangat lekat dalam dunia pendidikan.
Kedua, kondisi keuangan negara yang sangat sedikit bisa memperburuk dunia pendidikan. Sebab, minimnya dana akan menghambat pembangunan pendidikan dalam segala hal, baik insfrastruktur maupun suprastruktur.
Miskinnya dana dalam dunia pendidikan akan membuat bangunan-bangunan sekolah dan fasilitas pendidikan lain tidak bisa digarap dengan sedemikian maksimal serta optimal. Dengan demikian, kondisi ironis itupun sangat mustakhil akan menyegerakan tercapainya pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa secara merata.
Justru, yang terjadi adalah kemiskinan pendidikan yang mengglobal di ibu pertiwi ini akan membumi. Akibatnya, rakyat tetap buta huruf dan begitu seterusnya. Jangan harap pula, kita bisa menjadi bangsa maju. Yang pasti, tidak adanya anggaran cukup dan besar dari pemerintah pusat maupun daerah dalam bentuk anggaran pendapatan belanja negara (APBN) serta anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) sangat memicu gagalnya pelaksanaan pendidikan sebagaimana yang diharapkan.
Ketiga, kondisi kota maupun kabupaten dengan sumber daya manusia (SDM) yang terbatas sangat memberikan efek buruk bagi mandeknya pembangunan pendidikan. Sebab, adanya SDM menjadi kata kunci bagi keberhasilan sekian banyak agenda pendidikan di daerah.
Logikanya adalah bagaimana kota dan kabupaten akan bisa melakukan pembangunan pendidikan, sementara para pejabat dan aparat terkait di daerah tidak memiliki kemampuan-kemampuan tertentu dalam bidang yang diembannya.
Keempat, partisipasi semua pihak juga wajib hadir dalam konteks mendukung program-program pendidikan yang mencerdaskan. Semua lapisan masyarakat ditagih untuk ikut aktif dalam pengembangan dan pemajuan dunia pendidikan.
Kelima, memunculkan sikap sadar terhadap persoalan-persoalan pendidikan harus pula dilakukan semua lapisan masyarakat. Sebab, pendidikan itu bukan hanya milik segelintir oarang, tetapi milik seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Terdapat factor-faktor lain yang perlu diperhatikan mengapa kualitas pendidikan di Indonesia bernasib tragis, antara lain
Ada dua factor yang mempengaruhi kualitas pendidikan,khususnya di Indonesia yaitu:
1.      Faktor internal,meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan. Dalam hal ini, interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik.
2.      Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya. Dimana,masyarakat merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek dari pendidikan.
Banyak faktor-faktor yang menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia semakin terpuruk.Fakto-faktor tersebut yaitu:
1.      Rendahnya Kualitas Sarana Fisik.
Untuk sarana fisik misalnya,banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak,kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah,buku perpustakaan tidak lengkap.Sementara laboraturium tidak standar,pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya.Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri,tidak memiliki perpustakaan,tidak memiliki laboraturium dan sebagainya.
2.      Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan.Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran,melaksanakan pembelajaran,menilai hasil pembelajaran,melakukan pembimbingan,melakukan pelatihan,melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
3.      Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia.Dengan pendapatan yang rendah, terang saja banyak guru terpaksa melakukan  pekerjaan  sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus,pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya.
4.      Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik,kualitas guru,dan kesejahteraan guru)pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan.
Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran.Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-R,1999(IEA,1999) memperlihatkan bahwa,diantara 38 negara peserta,prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA,ke-34 untuk matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas yang di survey di asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61,ke-68,ke-73,dank e-75.
5.      Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas  pada tingkat sekolah dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jendral Binbaga Departemen  Agama tahun 2000 menunjukkan angka partisipasi murni (AMP) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa) pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi . angka partisipasi murni pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54,8% (9,4 juta siswa).
6.      Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan kebutuhan
hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur . data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukkan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusa SMU sebesar 25,47 %,Diploma / SO sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%.
Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang fungsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
7.      Mahalnya biaya  pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal, kalimat ini yang sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan  masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari tamn kanak – kanak (TK) hingga perguruan tinggi (PT) membuat masyarakat miskin  tidak boleh sekolah.
Masalah yang dihadapi pemerintah Indonesia yang sampai sat ini dirumuskan menjadi lima kelompok, yaitu:
1.     Masalah Pemerataan Pendidikan  
Dalam melaksanakan fungsinya sebagai wahana untuk memanjakan bangsa dan kebudayaan nasional, pendidikan nasional diharapkan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga Negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan.
Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaiman sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga Negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembanguana sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan.
Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak warga Negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat di tampung dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilita pendidikan yang tersedia. Pada masa awalnya, di tanah air kita Undang-Undang No 4 tahun 1950 sebagai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pada bab XI pasal 17 berbunyi:
Tiap-tiap warga Negara republik Indonesia mempunyai hak yang sama diterima menjadi murid suatu sekolah jika syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran pada sekolah itu dipenuhi.
Selanjutnya dalam kaitannya dengan wajib belajar Bab VI pasal 10 ayat 1 menyatakan: ”semua anak yang berumur 6 tahun berhak dan yang sudah berumur 8 tahun diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya 6 tahun “ ayat 2 menyatakan: “belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari menteri agama yang dianggap telah memenuhi kewajiban belajar.
Landasan yuridis pemerataan pendidika tersebut penting sekali artinya, sebagai landasan pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan guna mengejar ketinggalan kita sebagai akibat penjajahan.
Masalah pemerataan memperoleh pendidikan dipandang penting sebab jika anak-anak usia sekolah memperoleh kesempatan belajar pada SD, maka mereka memiliki bekal dasar berupa kemampuan membaca, menulis, dan berhitung sehingga mereka dapat mengikuti perkembangan kemajauan melalui berbagai media massa dan sumber belajar yang tersedia baik mereka itu nantinya berperan sebagai produsen maupun konsumen. Dengan demikian mereka tidak terbelakang dan menjadi penghambat pembangunan.
Oleh karena itu, dengan melihat tujuan yang terkandung di dalam upaya pemerataan pendidikan tersebut yaitu menyiapkan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan, maka setelah upaya pemerataan pendidikan terpenuhi, mulai diperhatikan juga upaya pemerataan mutu pendidikan. Hal ini akan dibicarakan pada butir tentang masalah mutu pendidikan.
Khusus pendidikan formal atau pendidikan persekolahan yang berjenjang dan tiap-tiap jenjang memiliki fungsinya masing-masing maupun kebijaksanaan memperoleh kesempatan pendidikan pada tiap jenjang itu diatur dengan memperhitungkan faktor-faktor kuantitatif dan kualitatif serta relevansi yang selalu ditentukan proyeksinya secara terus menerus dengan saksama.
Pada jenjang pendidikan dasar, kebijaksanaan penyediaan memperoleh kesempatan pendidikan didasarkan atas pertimbangan faktor kuantitatif, karena kepada seluruh warga Negara perlu di berikan bekal dasar yang sama. Pada jenjang pendidikan menengah dan terutama pada jenjang pendidikan yang tinggi, kebijakan pemertaan didasarkan atas pertimbangan  kualitatif dan relevansi, yaitu minat dan kemampuan anak, keperluan, tenaga kerja, dan keperluan pengembangan masyarakat, kebudayaan, ilmu, dan tekonologi. Agar tercapai   keseimbangan antara faktor minat dengan kesempatan memperoleh pendidikan, perlu diadakan penerangan yang seluas-luasnya mengenai bidang-bidang pekerjaan dan keahlian dan persyaratannya yang dibutuhkan dalam pembangunan utamanya bagi bidang-bidang yang baru dan langka.
Perkembangan upaya pemerataan pendidikan berlangsung terus menerus dari pelita ke pelita.  Didalam Undang-Undang No.2 tahun 1989 tengtang sistem pendidikan nasional III tentang hak warga Negara untuk memperoleh pendidikan, pasal 5 menyatakan: ”setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan”. Bahkan dalam pasal 7 mengenai hak telah di tegaskan sebagai berikut: “penerimaan seorang peserta didik dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras, kedudukan sosial, dan tingkat kemampuan ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Perkembangan IPTEK menawarkan beraneka ragam alternatif model pendidikan yang dapat memperluas pelayanan kesempatan belajar. Dilihat dari segi waktu belajarnya bervariasi dari beberapa jam, hari, minggu, bulan, sampai tahunan, melalui proses tatap muka sampai pada lingkungan alam yang dapat mendung.
2. Masalah Mutu Pendidikan
Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti yang diharapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga penghasil sebagai produsen tenagan terhadap calon luaran, dengan sistem sertifikasi. Selanjutnya jika luaran tesebut terjun kelapangan kerja penilaian dilakukan oleh lembaga pemakai sebagai konsumen tenaga dengan sistem tes unjuk kerja. Lazimnya masih dilakukan pelatihan dan pemagangan bagi calon untuk penyesuaian dengan tuntutan persyaratan kerja dilapangan, dan berkarya.
Jadi mutu pendidikan pada akhirnya dilihat pada kualitas keluaranya. Jika tujuan pendidikan nasioanl dijadikan kriteria, maka pertanyaanya adalah: apakah keluaran dari sistem pendidikan menjadikan pribadi yang bertakwa, mandiri, anggota masyarakat yang sosial yang bertanggung jawab. Dengan kata lain keluaran ini mewujudkan diri sebagai manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan membangun lingkungannya. Kualitas luaran seperti tersebut adalah nurturant effect. Meskipun disadari bahwa hakikatnya produk dengan ciri-ciri seperti itu tidak semata-mata hasil dari sistem pendidikan itu sendiri. Yang menjadi persoalan ialah bahwa cara pengukuran mutu produk tersebut tidak mudah. Dan pada umumnya hanya dengan mengasosiasikan dengan hasil belajar yang sering dikenal dengan EBTA atau hasil sipenmaru.
Padahal hasil belajar yang bermutu hanya mungkin dicapai melalui proses belajar yang bermutu. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang bermutu. Jika tidak terjadi belajar secara optimal akan menghasilkan skor hasil ujian yang baik maka hampir dapat dipastikan bahwa hasil belajar tersebut adalah semu. Berarti pokok permasalahan mutu pendidikan lebih terletah pada masalah pemprosesan pendidikan. Selanjutnya kelancara pemprosesan pendidikan ditunjang oleh komponen pendidikan yang terdiri dari peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum, sarana pembelajaran, dan juga masyarakat sekitar.
Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah pemerataan mutu, didalam Tap MPR RI tentang GBHN dinyatakan bahwa titik berat pembanguan pendidikan diletakkan pada peningkatan mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan, dan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan khususnya untuk memacu untuk penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu lebih disempurnakan dan ditingkatkan pengajaran ilmu pengetahuan alam dan matematika. Umumnya pendidikan di seluruh tanah air pada umumnya menunjukkan daerah pedesaan lebih rendah dari daerah perkotaan.
3.       Masalah Efisiensi Pendidikan
Pada hakikatnya masalah efisiensi adalah masalah pengelolaan pendidikan, terutama dalam pemanfaatan dana dan sumber daya manusia.
Efesiensi artinya dengan menggunakan tenaga dan biaya sekecil-kecilnya dapat diperoleh hasil yang sebesar-besarnya. Jadi, sistem pendidikan yang efesien ialah dengan tenaga dan dana yang terbatas dapat di hasilkan sejumlah besar lulusan yang berkualitas tinggi. Oleh sebab itu, keterpaduan pengelolaan pendidikan harus tampak diantara semua unsur dan unit, baik antar sekolah negeri maupun swasta, pendidikan sekolah maupun luar sekolah, antara lembaga dan unit jajaran depertemen pendidikan dan kebudayaan.
Para ahli banyak mengatakan bahwa sistem pendidiakn sekarang ini masih kurang efisien. Hal ini tampak dari banyaknya anak yang drop-out, banyak anak yang belum dapat pelayanan pendidikan, banyak anak yang tinggal kelas, dan kurang dapat pelayanan yang semestinya bagi anak-anak yang lemah maupun yang luar biasa cerdas dan genius.
Oleh karena itu, harus berusaha untuk menemukan cara agar pelaksanaan pendidikan menjadi efisien.
Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikn mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan. Jika penggunaannya hemat dan tepat sasaran dikatakan efisiensinya tinggi.
Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang penting adalah:
a)      Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan
b)      Bagaimana prasarana dan sarana pendidikan digunakan
c)      Bagaimana pendidikan diselenggarakan
d)     Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga.        
Masalah ini meliputi pengangkatan, penempatan, dan pengembanagan tenaga kependidikan. Masalah pengangkatan terletak pada kesenjanagn antara stok tenaga yang tesedia dengan jatah pengangkatan yang sangat terbatas. Pada masa 5 tahun terakgir ini jatah pengangkatan setiap tahunnya hanya sekitar 20 % dari kebutuhan tenaga lapangan. Sedangkan persediaan tenaga siap di angkat lebih bear daripada kbutuhan di lapangan. Dengan demikian berarti lebih dari 80% tenaga yang tersedia tidak segera difungsikan. Ini terjadi kemubadziran yang terselubung, karena biaya investasi pengadaan tenaga tidak segera terbayar kembali melalui pengabdian. Dan tenaga kependidikan khususnya guru tidak disiapkan untk berwirausaha.
Masalah penempatan guru, khususnya guru bidang penempatan studi, sering mengalami kepincanagn, tidak disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Suatu sekolah menerima guru baru dalam bidang studi yang sudah cukup atau bahkan sudah kelebihan, sedang guru bidang studi yang dibutuhkan tidak diberikan karena terbatasnya jatah pengangkatan sehingga di tempatkan didaerah sekolah-sekolah tertentu seorang guru bidang studi harus merangkap mengajarkan bidang studi diluar kewenangannya, meskipun persediaan tenaga yang direncanakan secara makro telah mencukupi kebutuhan, namun mengalami masalah penempatan karena terbatasnya jumlah yang dapat diangkat dan sulitnya menjaring tenaga kerja yang tesedia didaerah terpencil.
Masalah pengembanagan tenaga kependidikan di lapangan biasanya terlambat, khususnya pada saat menyongsong hadirnya kurikulum baru. Setiap pembaruan kurikulum menuntut adanya penyesuaian dari para pelaksana lapangan. Dapat dikatakan umumnya penanganan pengembanagn tenaga pelaksana di lapangan sangat lambat. Padahal proses pembekalan untuk dapat siap melaksanakan kurikulum baru sangat memakan waktu. Akibatnya terjadi kesenjangan antara saat di rencanakan berlakunya kurikulum dengan saat mulai dilaksanakan dan pendidikan berlangsung kurang efisien dan efektif.
4.       Masalah Relevansi Pendidikan
Masalah relevensi adalah masalah yang timbul karena tidak sesuainya sistem pendidikan dengan pembangunan nasional setara kebutuhan perorangan, keluarga, dan masyarakat, baik dalam jangka pendek, maupun dalam jangka panjang.
Pendidikan merupakan faktor penunjang bagi pembangunan ketahanan nasional. Oleh sebab itu, perlu keterpaduan di dalam perencanaan dan pelaksanaan pendidikan dengan pembangunan nasional tersebut. Sebagai contoh pendidikan di sekolah harus di rencanakan berdasarkan kebutuhan nyata dalam gerak pembangunan nasional, serta memperhatikan ciri-ciri ketenagaan yang di perlukan sesuai dengan keadaan lingkungan di wilayah-wilayah lingkungan tertentu.
Telah dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa tugas pendidikan ialah menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Masalah relevansi pendidikan mencakup  sejauh mana sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang digambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional.
Luaran pendidikan diharapkan dapat mengisi semua sektor pembangunan yang beraneka ragam seperti sektor produksi, sektor jasa. Baik dari segi jumlah maupun dari segi kualitas. Jika sistem pendidikan menghasilkan luaran yang dapat mengisi semua sektor pembangunan baik yang aktual maupun yang potensial dengan memenuhi kriteria yang dipersyaratkan oleh lapangan kerja, maka relevansi pendidikan dianggap tinggi.
Sebenarnya kriteria relevansi seperti yang dinyatakan  tersebut cukup ideal jika dikaitkan dengan kondisi sistem pendidikan pada umumnya dan gambaran tentang pekerjaan yang ada antara lain sebagai berikut:
a)Status lembaga pendidikan sendiri masih bermacam-macam kualitasnya.
b)   Sistem pendidikan tidak pernah menghasilkan luaran siap pakai. Yang ada ialah siap kembang.
c)Peta kebutuhan tenaga kerja dengan persyaratannya yang dapat digunakan sebagai pedoman oleh lembaga-lembaga pendidikan untuk menyusun programnya tidak tersedia.
Dari keempat macam masalah pendidikan tersebut masing-masing dikatakan teratasi jika pendidikan:
a)         Dapat menyediakan kesempatan pemerataan belajar, artinya semua warga Negara yang butuh pendidikan dapat ditampung daalm suatu satuan pendidikan.
b)         Dapat mencapai hasil yang bermutu artinya: perencanaan, pemprosesan pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
c)         Dapat terlaksana secara efisien artinya: pemrosesan pendidikan sesuai dengan rancangan dan tujuan yang ditulis dalam rancangan.
d)        Produknya yang bermutu tersebut relevan, artinya: hasil pendiidkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan.
Pada dasarnya pembangunan dibidang pendidikan tentu menginginkan tercapainya pemerataan pendidikan dan pendidikan yang bermutu sekaligus. Ada dua faktor yang dapat dikemukakan sebagai penyebab mengapa pendidikan yang bermutu belum dapat diusahakan pada saat demikian, yaitu:
Pertama: gerakan perluasan pendidikan untuk melayani pemerataan kesempatan pendidikan bagi rakyat banyak memerlukan penghimpunan dan pengerahan dana dan daya.
Kedua: kondisi satuan-satuan pendidikan pada saat demikian mempersulit upaya peningkatan mutu karena jumlah murid dalam kelas terlalu banyak, pengerahan tenaga pendidik yang kurang kompeten, kurikulum yang belum mantap, sarana yang tidak memadai.
Meskipun demikian pemerataan pendidiakn tidak dapat diabaikan karena upaya tersebut, terutama pada saat suatu bangsa sedang memulai membangun mempunyai tujuan ganda, yaitu disamping tujuan politis juga tujuan pembanguan yaitu memberikan bekal dasar kepada warga Negara agar dapat menerima informasi dan memiliki pengetahuan dasar untuk mengembangkan diri sehingga dapat perpatisipasi dalam pembanguanan.
Dalam uraian tersebut tampak bahwa masalah pemerataan berkaitan erat dengan masalah mutu pendidikan.
Bertolak dari gambaran tersebut terlihat juga kaitannya dengan masalah efisiensi. Karena kondisi pelaksanaan pendidikan tidak sempurna, maka dengan sendirinya pelaksanaan pendidikan dan khususnya proses pembelajaran berlangsung tidak efisien. Hasil pendidikan belum dapat diharapkan relevan dengan kebutuhan masyarakat pembangunan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
5.   Masalah lemahnya manajemen pendidikan
Reformasi pemerintahan yang terjadi di Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penyelenggaraan pamerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi. Kejadian ini telah bergulir ditandai dengan pemberian otonomi yang luas dan nyata pada daerah termasuk dalam manajemen pendidikan. Manajemen yang terpusat pada masa dulu, banyak kendala, misalnya kebijakan pusat yang tidak sejalan atau sesuai dengan kondisi di daerah, pemberian sarana yang tidak diperlukan.
Implementasi pemberian otonomi ini dimaksudkan untuk lebih memandirikan daerah dan memberdayakan masyarakat sehingga keleluasan dalam mengatur dan melaksanakan kebijakan atas prakarsa sendiri. Pemberian otonomi yang luas dan bertanggung jawab dilaksanakan dengan penerapan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, berkeadilan, dan memperhatikan potensi serta keanekaragaman daerah dengan titik sentral otonomi pada wilayah yang paling dekat dengan rakyat, yaitu Daerah Kabupaten dan Kota.
Implementasi otonomi pendidikan di tingkat sekolah di Indonesia peningkatan manajemen dilakukan melalui manajemen berbasis sekolah (MBS). Hal ini dimaksudkan memberikan kewenangan yang lebih luas kepada sekolah untuk mengambil kebijakan yang sesuai dengan sekolah. Untuk pelaksanaan di tingkat SD dengan penerapan MBS sedangkan untuk tingkat sekolah menengah menerapkan manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMPBS). MPMPBS merupakan bentuk alternatif dalam program desentralisasi bidang pendidikan yang ditandai dengan adanya otonomi yang luas di tingkat sekolah, agar manajemen sekolah dapat meningkat sesuai dengan kondisi sekolah tersebut.

1.4           Solusi Untuk Mengatasi Permasalahan Pendidikan
1.         Solusi Masalah Pemerataan Pendidikan
              Pemecahan Masalah Pemerataan Pendidikan, Banyak macam pemecahan rnasalah yang telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan pemerataan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, langkah-langkah ditempuh melalui cara konvensional dan cara inovatif.
Cara konvensional antara lain:
a)   Membangun gedung sekolah seperti SD Inpres dan atau ruangan belajar.
b)   Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi dan sore)
Cara inovatif antara lain:
1.   Sistem pamong (pendidikan oreh masyarakat, orang tua, dan guru) atau Inpacts system (Instructionar Management by parent, community and, teacher). sistem tersebut dirintis di solo dan didiseminasikan ke beberapa provinsi.
2.   SD kecil pada daerah terpencil.
3.   Sistem Guru Kunjung.
4.   SMP Terbuka (ISOSA _ In School Out off School Approach),
5.   Kejar Paket A dan B.
6.   Belajar Jarak Jauh, seperti Universitas Terbuka.

2.         Solusi Masalah Mutu, Efisiensi dan Relevansi Pendidikan
Meskipun untuk tiap-tiap jenis dan jenjang pendidikan masing-masing memiliki kekhususan, namun pada dasarnya pemecahan masalah mutu pendiidkan bersasaran pada perbaikkan kualitas komponen pendidikan serta mobilitas komponen-komponen tersebut. Upaya tersebut pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses pendidikan dan pengalaman belajar peserta didik, dan menghasilkan hasil pendidikan.
Upaya pemecahan masalah masalah mutu pendidikan dalam garis besarnya meliputi hal-hal yang bersifat sebagai fisik dan lunak, personalia, dan manajemen. Sebagai berikut:
a)   Seleksi yang lebih rasional terhadap masukan mentah, khususnya untuk SLTA dan PT.
b)    Pengembanagn kemanpuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut.
c)   Penyempurnaaan kurikulum
d)  Pengembanagan prasarana yang menciptakan lingkungan yang tenteram untuk belajar
e)   Penyempurnaan sarana belajar seperti buku paket, media pembelajaran
f)    Peniungkatan adminisrasi manajemen khususnya yang mengenai anggaran
g)   Kegiatan pengendalian mutu.
Upaya untuk meningkatkan mutu dan relavansi pendidikan adalah dasar pemikiran makro yang melandasi lahirnya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, tentang Pemerintah Daerah adalah untuk menghadapi tantangan persaingan global. Dengan otonomi dan desentralisai diharapkan masing-masing daerah termasuk warga masyarakatnya lebih terpacu dalam meningkatkan kualitas SDM dalam memasuki persaingan global tersebut. Kemampuan bersaing tersebut sebagian besar ditentukan oleh pendidikan yang berkualitas. Kualitas pendidikan dimaksudkan bukan hanya tingkat nasional akan tetapi tingkat internasional, untuk menjamin persaingan di tingkat internasional. Sehingga bangsa Indonesia mampu menjadi “tuan rumah” di negaranya sendiri, sebagai akibat dari tingginya kualitas SDM melalui pendidikan.

3.         Perbaikan manajemen pendidikan
Upaya untuk meningkatkan mutu manajemen sekolah, diterapkannya manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS). MPMBS ini merupakan alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan. Upaya ini ditandai adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakt yang tinggi, dan dalam kerangka kebijakan nasional. Otonomi sekolah diberikan agar sekolah dapat mengelola dengan leluasa, mengelola sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas, dan sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhannya sendiri. Dengan demikian kebutuhan sekolah dapat terpenuhi sesuai dengan kondisi dan situasi yang berkembang di sekolah. Sedangkan masyarakat dituntut berpartisipasi agar mereka lebih memahami pendidikan, membantu serta mengontrol pengelolaan pendidikan.
MPMBS menawarkan kepada sekolah agar dapat menyediakan pendidikan yang lebih baik dan lebih memadaibagi para siswanya. Dengan adanya otonomi sekolah menjadikan kinerja para staf, guru dan pimpinan sekolah meningkat, untuk memberikan layanan terbaiknya dalam pembelajaran dan pendidikan. Dengan demikian manajemen sekolah dikelola dengan kebersamaan dan lebih profesional, akhirnya terjadi peningkatan manajemen pendidikan.
MPMBS ditandai adanya otonomi sekolah dan partisipasi masyarakat yang tinggi tanpa mengabaikan kebijakan nasional ditujukan untuk meningkatkan: efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui antara lain: kekuasaan pengelola sumberdaya, partisipasi, masyarakat dan penyederhanaan birokrasi.
Sedangkan peningkatan mutu dapat diperoleh antara lain partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibelitas pengelolaan sekolah dan kelas, profesionalisme guru dan kepala sekolah, berlakunya sistem intensif/disitetif, dan lainnya.
1.5           Permasalahan Aktual Pendidikan dan Penanggulangannya


Masalah aktual tersebut ada yang mengenai konsep dan ada yang mengenai pelaksanaannya . Misalnya munculnya kurikulum baru adalah masalah konsep. Apakah kurikulum itu cukup andal secara yuridis (merupakan penjabaran undang-undang pendidikan) atau tidak.
Menurut Tirtarahardjapada (2010:249) masalah aktual tersebut adalah:
a)      Masalah kebutuhan pencapaian sasaran
b)       Masalah kurikulum
c)       Masalah peranan guru
d)      Masalah pendidikan dasar 9 tahun

a.         Masalah kebutuhan pencapaian sasaran
Hambatan yang harus dihadapi:
1)      Beban kurikulum sudah terlalu surat
2)      Pendidikan afektif sulit diprogramkan secara eksplisit
3)      Pencapaian hasil pendidikan afektif memakan waktu
4)      Menilai hasil pendidikan afektif tidak mudah

b.    Masalah Kurikulum
Pada bagian ini akan dibahas masalah aktual mengenai kurikulum. Masalah kurikulum meliputi masalah konsep dan masalah pelaksanaannya. Yang menjadi sumber masalah ini ialah bagaiman system pendidikan dapat membekali peserta didik untuk terjun ke lapangan kerja (bagi yang tidak melajutkan sekolah) dan memberikan bekal dasar yang kuat untuk ke perguruan tinggi (bagi yang melajutkan sekolah).
Menurut Tirtarahardjapada (2010:252) Konep kurikulum 1984 juga memiliki kelebihan kareana adanya keluwesan antara lain:
a)   Disediakannya aneka program belajar untuk melanjutkan ke perguruan tinggi dan untuk memasuki lapangan kerja
b)   Adanya program inti yang sifatnya nasioal
c)   Adanya program pusat dan program daerah (muatan lokal)
c.   Masalah Peranan Guru
Untuk memandu proses pembelajaran murid ia dibantu oleh petugas lainnya seperti konselor (guru BP), pustakawan, laboratorium dan teknisi sumber belajar. Maka dari itu waktu itu dapat digunakan utuk :
1)    Melakukan kontak dan pendekatan manusiawi yang lebih intensif dengan murid-muridnya.
2)    Dari sisi pembelajaran ia mampu mengelola proses pembelajaran (sebagai manajer), menunjukkan tujuan pembelajaran (direktor), mengorganisasikan kegiatan pembelajaran (koordinataor), mengkomunikasikan murid dengan berbagai sumber belajar (komunikator), menyediakan dan memberikan kemudahan-kemudahan belajar (fasilitatator), dan memberikan doronagn belajar (stimulator)
d.   Masalah Pendidikan Dasar 9 Tahun
Dalam pelaksanaan pendidikan dasar 9 tahun, lebih-lebih pada tahap awal sudah pasti banyak hambatannya, hambatan tersebut ialah:
1)  Realisasi pendidikan dasar yang diatur dengan PP No.28 Tahun 1989
2)  Kurikulum yang belum siap
3)  Pada masa transisi para pelaksanaan pendidkan dilapangan  perlu disiapkan melalui bimbingan.

Menurut Tirtarahardjapada (2010:249) beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk menanggulangi masalah-masalah aktual seperti telah dikekemukakan pada butir satu, antara lain sebagai berikut:
a.    Pendidikan afektif: perlu ditingkatkan secara terprogram tidak cukup berlangsung hanya sekedar incidental.
b.   Pelaksanaan ko dan ekstrak kurikuler dikerjakan dengan penuh kesungguhan
c.    Pemilihan siswa atas kelompok yang akan melajutkan belajar ke perguruan tinggi
d.   Pendidikan tenaga kependidikan
e.    Untuk pelaksanaan dasar 9 tahun


BAB III
PENUTUP

1.1  Kesimpulan
Permasalahan pendidikan adalah, persoalan-persoalan atau permasalahan-permasalahan yang di hadapi oleh dunia pendidikan, khususnya Negara Indonesia. Dunia pendidikan kita masih menghadapi berbagai masalah internal yang cukup mendasar dan bersifat kompleks. Kita masih menghadapi sejumlah  masalah yang sifatnya berantai sejak jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Rendahnya kualitas pada jenjang sekolah dasar sangat penting untuk segera diatasi karena sangat berpengaruh terhadap pendidikan selanjutnya.
Permasalahan- permasalahan pendidikan ada dua bagian
a.       Permasalahan teoretis,
b.      Permasalahan praktis, yang meliputi
·         Pengaruh perkembangan IPTEKS
·         Pengaruh pertambahan penduduk
·         Peningkatan aspirasi masyarakat
·         Problem dana
·         Belum adanya sistem manajemen yang mantap
·         Munculnya konsep-konsep baru
Masalah-masalah pendidikan di Indonesia,meliputi :
1.      Masalah Pemerataan Pendidikan
Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaiman sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga Negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembanguana sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan. Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak warga Negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat di tampung dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilita pendidikan yang tersedia.
2.      Masalah mutu pendidikan
Berarti pokok permasalahan mutu pendidikan lebih terletak pada masalah pemprosesan pendidikan. Selanjutnya kelancaran pemprosesan pendidikan ditunjang oleh komponen pendidikan yang terdiri dari peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum, sarana pembelajaran, dan juga masyarakat sekitar. Dan Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah pemerataan mutu.
3.     Masalah Efisiensi Pendidikan
Pada hakikatnya masalah efisiensi adalah masalah pengelolaan pendidikan, terutama dalam pemanfaatan dana dan sumber daya manusia. Dan sistem pendidikan yang efesien ialah dengan tenaga dan dana yang terbatas dapat di hasilkan sejumlah besar lulusan yang berkualitas tinggi. Para ahli banyak mengatakan bahwa sistem pendidiakn sekarang ini masih kurang efisien. Masalah efisiensipendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikn mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan. Jika penggunaannya hemat dan tepat sasaran dikatakan efisiensinya tinggi. Masalah ini meliputi pengangkatan, penempatan, dan pengembanagan tenaga kependidikan.
4.      Masalah Relevansi Pendidikan
Masalah relevansi pendidikan mencakup  sejauh mana sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang digambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional.



Alternatif solusinya:
1.      Solusi Masalah Pemerataan Pendidikan
Dengan Cara konvesional antara lain:
1)      Membangun gedung sekolah seperti SD inpres dan atau ruangan belajar.
2)     Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi dan sore).
2.      Solusi Masalah Mutu, Efisiensi dan Relevansi Pendidikan
Dengan Upaya pemecahan masalah masalah mutu pendidikan dalam garis besarnya meliputi hal-hal yang bersifat sebagai fisik dan lunak, personalia, dan manajemen. Sebagai berikut:
a)    Seleksi yanglebih rasional terhadap masukan mentah, khususnay untuk Slta dan PT.
b)    Pengembanagn kemanpuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut.
c)    Penyempurnaaan kurikulum
d)    Pengembanagan prasarana yang menciptakan lingkungan yang tenteram untuk belajar
e)     Penyempurnaan sarana belajar seperti buku paket, media pembelajaran
f)     Peniungkatan adminisrasi manajemen khususnya yang mengenai anggaran
g)     Kegiatan pengendalian mutu.

1.2  Saran

Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih dahulu.
Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional.
























DAFTAR PUSTAKA


No comments:

Post a Comment

Author

authorHello, my name is Jack Sparrow. I'm a 50 year old self-employed Pirate from the Caribbean.
Learn More →



Labels