PERMASALAHAN PENDIDIKAN
MAKALAH
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Landasan
Pendidikan
Dibimbing
Oleh Dosen : Triesninda Pahlevi, S.Pd
.,M.Pd
Disusun
oleh :
1.
Windy
Ning Lina O 138554006
2.
Nurul
Hidayah 138554024
3.
Willy
Ilham P.Y 138554044
4.
Rina
Ningtias 138554076
5.
Annisa
Maharinda 138554088
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS EKONOMI
S1 PENDIDIKAN EKONOMI
2013-2014
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, taufik dan hidayahnya kepada ilahi sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Adapun makalah yang kami buat ini yang berjudul ‘’ Fungsi Controlling Dalam
Manajemen”. Penulisan makalah ini dapat terselesaikan atas bantuan dari
berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih
kepada:
1)
Ibu Triesninda Pahlevi ,
S.Pd.,M.Pd selaku dosen pembimbing kami
Kami menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu kritik maupun saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi menyempurnakan tugas makalah ini. Semoga tugas makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Amin .
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Surabaya,20 Februari 2014
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................. 1
DAFTAR ISI ................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 3
1.1
Latar Belakang ........................................................................................... 3
1.2
Rumusan Masalah ...................................................................................... 4
1.3
Tujuan ........................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 5
1.1
Definisi Permasalahan Pendidikan............................................................. 5
1.2
Permasalahan Pendidikan........................................................................... 5
1.3
Masalah Pendidikan di Indonesia............................................................... 14
1.4
Solusi Untuk Mengatasi Permasalahan
Pendidikan.................................... 27
1.5
Permasalahan Aktual Pendidikan dan
Penanggulangannya....................... 30
BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 32
1.1 Kesimpulan
................................................................................................... 32
1.2 Saran
............................................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 36
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia
untuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan
tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru
yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita masih
terasa sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan
yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional,
biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU pendidikan kacau. Dampak dari
pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan
ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik
di tingkat nasional, propinsi, maupun kota dan kabupaten.
Salah satu faktor
rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah karena lemahnya
para guru dalam menggali potensi anak.Para pendidik seringkali memaksakan
kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki
siswanya.Kelemahan para pendidik kita, mereka tidak pernah menggali masalah dan
potensi para siswa. Pendidikan seharusnya memperhatikan kebutuhan
anak bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat anak kurang nyaman dalam
menuntut ilmu. Proses pendidikan yang baik adalah dengan memberikan
kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu harus dilakukan sebab pada dasarnya
gaya berfikir anak tidak bisa diarahkan.
Selain kurang kreatifnya para pendidik
dalam membimbing siswa, kurikulum yang sentralistik membuat potret pendidikan semakin
buram.Kurikulum hanya didasarkan pada pengetahuan pemerintah tanpa
memperhatikan kebutuhan masyarakat. Lebih parah lagi,pendidikan tidak
mampu menghasilkan lulusan yang kreatif. Ini salahnya, kurikulum dibuat di Jakarta
dan tidak memperhatikan kondisi di masyarakat bawah.Jadi, para lulusan hanya
pintar cari kerja dan tidak pernah bisa menciptakan lapangan kerja sendiri,
padahal lapangan pekerjaan yang tersedia
terbatas.Kualitas pendidikanIndonesia sangat memprihatinkan.Berdasarkan
analisa dari badanpendidikan dunia (UNESCO), kualitas para guru Indonesia
menempati peringkat terakhir dari 14 negara berkembang di Asia Pasifik. Posisi tersebut
menempatkan negeri agraris ini dibawah Vietnam yang negaranya baru merdeka
beberapa tahun lalu.Sedangkan untuk kemampuan membaca, Indonesia berada pada
peringkat 39 dari 42 negara berkembang di dunia. Lemahnya input quality,
kualitas guru kita ada diperingkat 14 dari 14 negara berkembang. Ini juga
kesalahan negara yang tidak serius untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dari sinilah penulis
mencoba untuk membahas lebih dalam mengenai pendidikan di Indonesia
dan segala dinamikanya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa
definisi dari permasalahan pendidikan ?
2. Apa
saja permasalahan pendidikan ?
3. Apa
saja permasalahan pendidikan di negara Indonesia ?
4. Bagaimana
solusi untuk mengatasi permasalahan-permasalaahan pendidikan tersebut ?
5. Apa
saja permasalahan actual pendidikan dan bagaimana penanggulangannya ?
1.3 Tujuan
1. Untuk
mengetahui definisi dari permasalahan pendidikan
2. Untuk
mengetahui apa saja permasalahan pendidikan
3. Untuk
mengetahui apa saja permasalahan pendidikan di negara Indonesia
4. Untuk
mengetahui bagaimana solusi untuk mengatasi permasalahan-permasalaahan
pendidikan tersebut
5. Untuk
mengetahui apa saja permasalahan actual pendidikan dan bagaimana
penanggulangannya
BAB II
PEMBAHASAN
1.1
Definisi
Permasalahan Pendidikan atau Problematika Pendidikan
Problematika
adalah berasal dari akar kata bahasa Inggris “problem” artinya, soal, masalah atau
teka-teki. Juga berarti problematik, yaitu ketidak tentuan.
Tentang
pendidikan banyak definisi yang berbagai macam, namun secara umum ada yang
mendefinisikan bahwa, pendidikan adalah suatu hasil peradaban sebuah bangsa
yang dikembangkan atas dasar suatu pandangan hidup bangsa itu sendiri, sebagai
suatu pengalaman yang memberikan pengertian, pandangan, dan penyesuaian bagi
seseorang yang menyebabkan mereka berkembang. Definisi pendidikan secara lebih
khusus ialah suatu proses pertumbuhan di dalam mana seorang individu di bantu
mengembangkan daya-daya kemampuannya, bakatnya, kecakapannya dan minatnya.
Sehingga dapat di simpulkan disini bahwa pendidikan adalah, suatu usaha sadar
dalam rangka menanamkan daya-daya kemampuan, baik yang berhubungan dengan pengalaman
kognitif (daya pengetahuan), afektif (aspek sikap) maupun psikomotorik (aspek
ketrampilan) yang dimiliki oleh seorang individu.
Adapun
yang dimaksud dengan problematika pendidikan adalah, persoalan-persoalan atau
permasalahan-permasalahan yang di hadapi oleh dunia pendidikan, khususnya
Negara Indonesia.
1.2
Permasalahan
pendidikan
Permasalahan
pendidikan baik sebagai ilmu teoritik maupun sebagai ilmu terapan tidak pernah
lepas dari permasalahan. Sebagai ilmu teoritik telah terjadi
perbedaan-perbedaan konsep dalam berbagai hal yang tersangkut di dalamnya,
sedangkan dalamkegiatan penerapan ilmu tersebut terjadi juga hambatan-hambatan,
baik akibat perbedaan konsep yang dipakai sebagai dasar maupun akibat
penghambat yang sifatnya tehnis.
A.
Permasalahan Teoritis
Permasalahan
Teoritis antara lain akibat perbedaan ilmu-ilmu pendukung yang digunakan dan
juga akibat perbedaan konsep dalam ilmu-ilmu pendukung tersebut. Sebagian
pemikir pendidikan hanya memasukkan filsafat, psikologi, dan sosiologi dalam
menyunsun konsep dan merancang pelaksanaan pendidikan, sedangkan pemikir lain
menggunakanjuga acuan yang lain, misalnya politik, ekonomi, IPTEKS dan
sebagainya. Dalam menggunakan ilmu-ilmu diluar pendidikan itu sendiri terdapat
banyak pola yang dipakai berdasarkan berbagai sudut pandang yang ada dalam
ilmu-ilmu tersebut.
Dalam
menggunakan filsafat untuk acuan telaah filsafat misalnya para pemikir
pendidikan bertolak dari aliran yang berbeda-beda dalam memberikan pandangan
terhadap komponen-komponen pendidikan. Terhadap peserta didik misalnya ada yang
menggunakan pandangan bahwa manusia tidak perlu dididik karena semuanya sudah
ditentukan oleh bakatnya (Nativisme) ada juga yang menggunakan pandangan bahwa
manusia harus dididik (Empirisme) dan ada yang memandang manusia ditentukan
oleh bakat dan lingkungannya (Konverdensi). Sudut pandang yang berbeda ini akan
berpengaruh terhadap pangambilan kebijakan dan pembuatan rancangan dan
pelaksanaan pendidikan.
Perbedaan
pendapat dalam psikologi punya pengaruh yang sama seperti pengaruh perbedaan
filsafat. Keputusan kebijakan tentang tujuan pendidikan, materi, metode,
evaluasi, dan sebagainya akan berbeda kalau pemikiran pendidikan yang
menggunakan dasar psikologi yang behaviouristik atau menggunakan dasar
kognitif. Pandangan psikologi yang behaviouristik lebih menekankan sasaran
pendidikan ada pembentukan tingkah laku obyektif dan menggunakan metode yang
mekanis sedangkan pandangan yang kognitif menekankan pada pendidikan kemampuan
jiwa yang tidak nampak dan lebih menekankan pada pemahaman. Perbedaan sudut
pandang bidang psikologi ini juga merupakan penyebab munculnya permasalahan
yang sampai saat ini belum bisa diatasi.
Di
negara tertentu sudah memasukkan unsur perkembangan IPTEKS, Isu Demokrasi, HAM,
Keragaman Budaya, Politik dan sebagainya, dalam berfikir tentang pendidikan,
tetapi di negara tertentu, termasuk Indonesia relativ baru saja berfikir
pendidikan dengan memperhatikan hal-hal tersebut.
Permasalahan-permasalahan
teoritik tersebut
di atas, dan masih ada permasalahan teoritik yang lain, akan menjadi ganjalan
bagi pelaksanaan dan pengguna hasil pendidikan karena pengaruhnya yang berupa
seringnya terjadi perubahan kabijakan pendidikan.
Menurut
Umar Tirtaraharja ada lima jenis kesalahan yaitu:
1. Kesalahan
tehnis, misalnya pandangan yang mengatakan bahwa disiplin dapat dididik melalui
kekerasan.
2. Kesalahan
sistematis, misalnya pandangan bahwa tempat belajar yang paling afdol adalah
sekolah.
3. Kesalahan
teoretis, misalnya mengajar adalah memberikan ilmu.
4. Penerapan
yang salah, misalnya pandangan bahwa semakin banyak ilmu semakin membuat orang
bahagia.
5. Kesalahan
filosofis, misalnya pandangan bahwa kesuksesan seseorang tergantung pada aspek
keterampilan yang diperoleh (mengabaikan aspek moral).
Di
bagian lain Tirtaraharja mengklasifikasikan masalah-masalah pendidikan tersebut
menjadi tiga kelompok yaitu:
1. Masalah
operasional, masalah yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan, misalnya
kesalahan pemilihan metode mengajar, memilih atau menggunakan media, dan
sebagainya.
2. Masalah
struktural, atau mungkin dapat disebut masalah management, misalnya masalah
system pendidikan yang digunakan, misalnya koordinasi, kebijakan, dan
sebagainya.
3. Masalah
fundamental, misalnya yang mendasar, misalnya masalah teoretis, filosofis, dan
sebagainya.
B. Permasalahan
Praktis
Permasalahan praktis pendidikan,
disamping akibat pegangan teoritik yang tidak jelas seperti diuraikan diatas,
timbul karena kondisi dan tuntutan dari faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
pelaksanaan pendidikan, yaitu:
1.
Perkembangan IPTEKS yang semakin cepat.
2.
Pertambahan penduduk yang tidak seimbang
dengan fasilitas pendidikan.
3.
Peningkatan aspirasi masyarakat untuyk
mendidik anaknya.
4.
Kekurangan dana.
5.
Belum adanya system management
pendidikan yang mantap.
6.
Munculnya konsep-konsep baru yang dulu
belum mendapatkan perhatian yang cukup.
Uraian
singkat tentang jenis-jenis masalah tersebut diatas seperti berikut
1.
Pengaruh perkembangan IPTEKS.
Terdapat korelasi
antara perkembangan pendidikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni (IPTEKS). Ilmu pengetahuan merupakan hasil dari eksplorasi dan
pembaharuan secara sistemik dan terorganisir dengan baik, mengenai alam
semesta. Adapun teknologi adalah penerapan yang dirancang dan terencana dari
ilmu pengetahuan untuk memenuhi hajat hidup atau kebutuhan hidup manusia.
Sedangkan seni adalah kemajuan kebudayaan berupa aktivitas manusia berkreasi,
yang indah untuk melaksanakan tugas kehidupan dengan menyenangkan.
Suatu contoh betapa
pengaruh masalah kemajuan teknologi mempengaruhi sistem pendidikan, misalnya
perkembangan teknologi informatika. Saat ini setiap saat ada kejadian suatu
perkara dapat langsung disiarkan melalui televisi dan media cetak dengan gambar
kejadian yang jelas. Demikian pula pendidikan yang dulu lebih banyak digunakan
tatap muka langsung saat ini dapat dilaksanakan melalui internet tv atau modul.
Peserta didik cukup duduk belajar dirumah. Kondisi ini mempengaruhi perubahan
isi pendidikan dan metodenya, bahkan mungkin rumusan baru tujuan pendidikan
selalu membutuhkan inovasi, termasuk sarana dan prasarana laboratorium, dan
ketenagaan serta pendanaan pendidikan.
2.
Pengaruh pertambahan penduduk.
Laju
pertumbuhan penduduk akan menimbulkan masalah dalam pendidikan. Pertumbuhan
penduduk yang tidak terkendali mengakibatkan penyediaan layanan pendidikan
berupa sarana prasarana pendididkan beserta komponennya juga bertambah, hal ini
menjadikan berkembangnya masalah pendidikan. Pertambahan penduduk yang
dibarengi dengan meningkatnya usia rata-rata dan penurunan angka kematian serta
panjangnya usia rata-rata manusia, mengakibatkan berubahnya struktur
kependudukan. Yaitu proporsi penduduk usia dasar menurun dan meningkatnya anak
usia sekolah lanjutan menengah, angkatan kerja dan usia tua berkat kemajuan dibidang
gizi serta kesehatan. Dengan demikian terjadi pergeseran kebutuhan akan
fasilitas pendidikan. Untuk fasilitas sekolah dasar berkurang sedangkan untuk
fasilitas sekolah lanjutan dan perguruan tinggi meningkat termasuk juga
angkatan kerja. Sedangkan untuk usia lanjut juga meningkat di perlukan
pendidikan non formal dan keagamaan.
Sementara
itu penyebaran penduduk yang tidak merata menjadi masalah dalam penyediaan
sarana prasarana pendidikan beserta komponennya. Contoh dibangun SD kecil untuk
daerah terpencil, di samping SD reguler pada pelita V yang lalu, namun
kesulitan timbul dalam hal penyediaan gurunya, serta sarana lainnya. Di sisi
lain kota-kota besar arus urbanisasi terus-menerus terjadi. Peristiwa ini
menimbulkan pola yang dinamis dan labil, sehingga menimbulkan kesulitan bagi
penyediaan sarana pendidikan. Begitu juga penyediaan lapangan kerja setelah
selesai pendidikan juga mengalami kesulitan. Singkatnya pertuimbuhan penduduk
yang tidak terkendali menimbulkan perkembangan masalah secara nyata.
3.
Peningkatan Aspirasi Masyarakat
Aspirasi
masyarakat terhadap pendidikan semakin meningkat. Banyak pakar sepakat bahwa
untuk mendapatkan pengetahuan yang memadai, teknologi yang tepat, hidup sehat
yang lebih banyak, harus ada pekerjaan yang menopang, dan pendidikan merupakan
alternatif untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan tetap tersebut. Pendidikan
memberikan harapan bagi peningkatan taraf hidup dan menaikkan status sosial di
masyarakat.
Di
sisi lain sebagai peningkatan aspirasi masyarakat terhadap pendidikan, maka
para orang tua mendorong anaknya untuk bersekolah, agar nantinya anaknya
memperoleh pekerjaan yang lebih baik daripada orangtuanya. Begitu juga dorongan
ini juga telah terkristal pada diri anak-anak itu sendiri. Mereka merasa susah
bila anaknyan mendapat rintangan dalam sekolah, bahkan mereka mengorbankan apa
yang di milikinya untuk keperluan sekolah anaknya. Inilah salah satu indikator
dari meningkatnya aspirasi orangtua dan anak atau masyarakat terhadap
pendidikan saat ini.
Sebagai
akibat tersebut maka membanjirnya pelamar sekolah, dan arus pelajar meningkat
secara drastis, sedangkan fasilitas sekolah berkembang lambat. Dampaknya
anggaran pendidikan harus meningkat untuk menyediakan fasilitas pendidikan,
sarana-prasarana beserta komponen lainnya. Di kota-kota di samping
berkembangnya pendidikan formal, juga berkembang pula pendidikan nonformal yang beranekaragam. Ini semua
menjadikan berkembangnya masalah pendidikan.
4.
Problem Dana
Kekurangan
dana merupakan problem klasik yang di alami semua negara berkembang dalam
melaksanakan pendidikan. Keadaan semakin parah apabila pengambil kebijakan
tidak atau kurang menempatkan posisi pendidikan bukan sebagai prioritas. Memang
kebanyakan pemimpin setuju kalau pendidikan merupakan kunci keberhasilan pembangunan
karena menyangkut sumber daya manusia, tetapi dalam praktek masih lebih
memprioritaskan aspek pembangunan yang lain.
Upaya
yang dapat dilakukan untuk mengatasi problem dana ini disamping mengetuk hati
dan pikiran para pengambil kebijakan juga harus pandai-pandai mengelola dana
yang terbatas tersebut dengan mengadakan efisiensi dan perencanaan yang baik.
Salah satu terobosan untuk mengatasi problem dana ini adalah dengan paradigma
berfikir pendidikan yang inovatif yaitu mencari jalan lebih efisien, misalnya
dengan pengembangan pendidikan yang dilaksanakan dalam ruang tertentu menjadi
pendidikan yang sifatnya terbuka sehingga dapat menambah daya tampung peserta
didik tanpa harus menambah gedung. Atau menggunakan media yang tepat sehigga
tidak harus selalu menambah jumlah guru atau pendidik. Dapat juga mengambil
langkah konkrit dalam upaya menyerahkan tanggungjawab pendidikan tidak hanya
pada pemerintah tetapi juga menjadi tanggung jawab masyarakat.
5.
Belum adanya sistem manajemen yang
mantap
Kemajuan
zaman menuntut adanya manajemen yang handal karena kenyataan membuktikan bahwa
faktor manajemen dapat merupakan faktor penyebab kurang optimalnya keberhasilan
suatu organisasi atau lembaga. Meskipun sumber daya cukup memadai kalau tidak
dikelola dengan baik dapat menyebabkan kegiatan berjalan dengan baik.
Majemen
pendidikan di negara ini masih termasuk manajemen yang kurang mantap dengan
indikator masih seringnya terjadi perubahan struktur organisasi pendidikan,
kurang koordinasinya lembaga-lembaga pendidikan yang ada, arah pendidikan yang
kurang jelas, perubahan kurikulum yang tidak jelas landasannya, pembinaan karir
para penyelenggara pendidikan yang belum mantap, penggunaan anggaran yang belum
efisien dan sebagainya.
6.
Munculnya konsep-konsep baru
Pendidikan
tidak boleh kedap lingkungan dan kedap perkembangan konsep-konsep baru yang
terjadi di lingkungan. Banyak konsep yang dulunya belum mendapatkan perhatian
sekarang mau tidak mau harus dipakai acuan dalam berfikir dan berbuat dalam
pendidikan. Konsep baru tentang demokrasi, HAM, otonomi, keragaman budaya,
masyarakat madani, tuntutan global, peran politik, dan masih banyak lagi
sekarang lebih mencuat keras dalam masyarakat dan kalau pendidikan memang
merupakan sarana untuk pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan
masyarakat, maka konsep-konsep baru tersebut mau tidak mau harus digunakan
dalam berfikir dan berbuat dikalangan pemikir dan pelaksana pendidikan.
Konsep
baru tentang demokrasi mengharuskan pendidikan menyempurnakan dirinya dengan
penyempurnaan rumusan tujuan pendidikan materi pendidikan, metode, pengelolaan
pendidikan dan sebagainya. Dengan juga untuk konsep-konsep yang lain.
Pembangunan pendidikan yang sudah
dilaksanakan sejak Indonesia merdeka telah memberikan hasil yang cukup
mengagumkan sehingga secara umum kualitas sumberdaya manusia Indonesia jauh
lebih baik. Namun dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, kita masih
ketinggallan jauh, oleh karena itu, upaya yang lebih aktif perlu ditingkatkan
agar bangsa kita tidak menjadi tamu terasing di Negri sendiri terutama
karena terjajah oleh budaya asing dan terpaksa menari diatas irama gendang
irang lain. Upaya untuk membangun sumber daya manusia yang berdaya saing
tinggi, berwawasan iptek, serta bermoral dan berbudaya bukanlah suatu pekerjaan
yang relatif ringan. Hal ini di sebabkan dunia pendidikan kita masih menghadapi
berbagai masalah internal yang cukup mendasar dan bersifat kompleks. Kita masih
menghadapi sejumlah masalah yang sifatnya berantai sejak jenjang
pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Rendahnya kualitas pada jenjang
sekolah dasar sangat penting untuk segera diatasi karena sangat berpengaruh
terhadap pendidikan selanjutnya, ada beberapa masalah internal pendidikan yang
dihadapi, antara lain sebagai berikut.
1.
Rendahnya pemerataan kesempatan belajar (equity)
disertai banyaknya peserta didik yang putus sekolah, serta banyaknya lulusan
yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini identik
dengan ciri-ciri kemiskinan.
2.
Rendahnya mutu akademik terutama penguasaan ilmu pengetahuan
alam (IPA), matematika, serta bahasa terutama bahasa inggris padahal penguasaan
materi tersebut merupakan kunci dalam menguasai dan mengembangkan iptek.
3.
Rendahnya efisiensi internal karena lamanya masa studi
melampaui waktu standart yang sudah ditentukan.
4.
Rendahnya efisiensi eksternal sistem pendidikan yang disebut
dengan relevansi pendidikan, yang menyebabkan terjadinya pengangguran tenaga
terdidik yang cenderung terus meningkat. Secara empiris kecenderungan
meningkatnya pengangguran tenaga terdidik disebabkan oleh perkembangan dunia
usaha yang masih di dominasi oleh pengusaha besar yang jumlahnya terbatas dan
sangat mengutamakan efisiensi (padat modal dan padat teknologi). Dengan
demikian pertambahan kebutuhan akan tenaga kerja jauh lebuh kecil dibandingkan
pertambahan jumlah lulusan lembaga pendidikan.
5.
Terjadi kecenderungan menurunnya akhlak dan moral yang
menyebabkan lunturnya tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial, seperti
terjadinya tawuran pelajar dan kenakalan remaja. Dalam hal ini pendidikan agama
menjadi sangat penting menjadi landasan akhlak dan moral serta budi pekerti
yang luhur perlu diberikan kepada peserta didik sejak dini. Dengan demikian,
hal itu akan menjadi landasan yang kuat bagi kekokohan moral dan etika setelah
terjun ke masyarakat. Masalah-masalah diatas erat kaitanya dengan kendala
seperti keadaan geografis, demografis, serta sosio-ekonomi besarnya jumlah
penduduk yang tersebar diseluruh wilayah geografis Indinesia cukup luas.
Kemiskinan juga merupakan salah satu kendala yang memiliki hubungan erat dengan
masalah pendidikan. Rendahnya mutu kinerja sistem pendidikan tidak hanya
disebabkan oleh adanya kelemahan menejemen pendidikan tingkat mikro lembaga
pendidikan, tetapi karena juga menejemen pendidikan pada tingkat makro seperti
rendahnya efisiensi dan efektivitas pengolahan sistem pendidikan. Sistem dan
dan tata kehidupan masyarakat tidak kondusif yang turut menentukan rendahnya
mutu sistem pendidikan disekolah yang ada gilirannya menyebabkan rendahnya mutu
peserta didik dan lulusannya. Kebijaksanaan dan progran yang ditujukan untuk
mengatasi berbagai permasalahan di atas, harus di rumuskan secara spesifik
karena fenomena dan penyebab timbulnya masalah juga berbeda-beda di seluruh
wilayah Indonesia.
Sistem pendidikan menjadi bagian tak
terpisahkan dari kehidupan sosial budaya dan masyarakat sebagai supra sistem.
Pembanguana sistem pendidikan tidak mempunyai arti apa-apa jika tidak singkron
dengan pembanguanan nasional. Kaitan yang erat antara bidang pendidikan sebagai
sistem dengan sistem sosial budaya sebagai supra sistem tersebut, dimana sistem
pendidikan menjadi bagiannya, menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga
permasalahan intern sistem pendidikan itu menjadi sangat kompleks. Artinya
suatu permasalahan intern dalam sistem pendidikan selalu ada kaitan dengan
masalah-masalah di luar sistem pendidikan itu sendiri. Misalnya masalah mutu
hasil belajar suatu sekolah tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosial budaya
dan ekonomi masyarakat disekitarnya, dari mana murid-murid sekolah tersebut
berasal, serta masih banyak lagi faktor-faktor lainnya diluar sistem
persekolahan yang berkaitan dengan mutu hasil belajar tersebut.
Berdasarkan kenyataan tersebut maka
penanggulangan masalah pendidikan juga sangat kompleks, menyangkut banyak
komponen dan melibatkan banyak pihak.
Pada dasarnya ada dua masalah pokok
yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air kita dewasa ini, yaitui:
1.
Bagaimana semua warga Negara dapat menikmati kesempatan
pendidikan.
2.
Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik dengan
keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun kedalam kancah kehidupan
bermasyarakat.
Yang pertama mengenai masalah
pemerataan, dan yang kedua adalah masalah mutu, relevansi, dan juga efisiensi
pendidikan.
1.3
Masalah Pendidikan di Indonesia
Dalam Laporan Badan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bidang pendidikan, United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization
(UNESCO), yang dirilis pada kamis (29/11/07) menunjukkan, peringkat Indonesia
dalam hal pendidikan turun dari 58 menjadi 62 di antara 130 negara di dunia.
Yang jelas, Education Development Index
(EDI) Indonesia adalah 0.935, di bawah Malaysia (0,945) dan Brunei Darussalam
(0,965).
Mau tidak mau, itu
mengilustrasikan bahwa kualitas pendidikan kita pun semakin dipertanyakan.
Sebab, tingkat pendidikan Indonesia kian melorot.
Ada beberapa hal yang
harus diperhatikan mengapa kualitas pendidikan kita bernasib sedemikian tragis.
Pertama,
kondisi pemerintah yang sangat kental politis punya peran penting serta
signifikan untuk memperkeruh keadaan. Tatkala keadaan pemerintah berpolitis,
itu akan menyebabkan atmosfer pendidikan labil, sebut saja dalam hal kebijakan
pendidikanyang dilahirkan pemerintah. Pendidikan selalu berada dalam rangkulan
kepentingan politik tertentu. Aroma “politik pendidikan penguasa” sangat lekat
dalam dunia pendidikan.
Kedua,
kondisi keuangan negara yang sangat sedikit bisa memperburuk dunia pendidikan.
Sebab, minimnya dana akan menghambat pembangunan pendidikan dalam segala hal,
baik insfrastruktur maupun suprastruktur.
Miskinnya dana dalam
dunia pendidikan akan membuat bangunan-bangunan sekolah dan fasilitas
pendidikan lain tidak bisa digarap dengan sedemikian maksimal serta optimal.
Dengan demikian, kondisi ironis itupun sangat mustakhil akan menyegerakan
tercapainya pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa secara merata.
Justru, yang terjadi
adalah kemiskinan pendidikan yang mengglobal di ibu pertiwi ini akan membumi.
Akibatnya, rakyat tetap buta huruf dan begitu seterusnya. Jangan harap pula,
kita bisa menjadi bangsa maju. Yang pasti, tidak adanya anggaran cukup dan
besar dari pemerintah pusat maupun daerah dalam bentuk anggaran pendapatan
belanja negara (APBN) serta anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) sangat
memicu gagalnya pelaksanaan pendidikan sebagaimana yang diharapkan.
Ketiga,
kondisi kota maupun kabupaten dengan sumber daya manusia (SDM) yang terbatas
sangat memberikan efek buruk bagi mandeknya pembangunan pendidikan. Sebab,
adanya SDM menjadi kata kunci bagi keberhasilan sekian banyak agenda pendidikan
di daerah.
Logikanya adalah
bagaimana kota dan kabupaten akan bisa melakukan pembangunan pendidikan,
sementara para pejabat dan aparat terkait di daerah tidak memiliki
kemampuan-kemampuan tertentu dalam bidang yang diembannya.
Keempat,
partisipasi semua pihak juga wajib hadir dalam konteks mendukung
program-program pendidikan yang mencerdaskan. Semua lapisan masyarakat ditagih
untuk ikut aktif dalam pengembangan dan pemajuan dunia pendidikan.
Kelima,
memunculkan sikap sadar terhadap persoalan-persoalan pendidikan harus pula
dilakukan semua lapisan masyarakat. Sebab, pendidikan itu bukan hanya milik
segelintir oarang, tetapi milik seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai
Merauke.
Terdapat factor-faktor lain
yang perlu diperhatikan mengapa kualitas pendidikan di Indonesia bernasib
tragis, antara lain
Ada dua factor yang
mempengaruhi kualitas pendidikan,khususnya di Indonesia yaitu:
1. Faktor
internal,meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan
Nasional, Dinas Pendidikan Daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan.
Dalam hal ini, interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan
agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik.
2. Faktor
eksternal, adalah masyarakat pada umumnya. Dimana,masyarakat merupakan ikon
pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek dari
pendidikan.
Banyak faktor-faktor yang
menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia semakin terpuruk.Fakto-faktor
tersebut yaitu:
1. Rendahnya
Kualitas Sarana Fisik.
Untuk sarana fisik misalnya,banyak
sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak,kepemilikan dan
penggunaan media belajar rendah,buku perpustakaan tidak lengkap.Sementara
laboraturium tidak standar,pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan
sebagainya.Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri,tidak
memiliki perpustakaan,tidak memiliki laboraturium dan sebagainya.
2. Rendahnya
Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat
memprihatinkan.Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai
untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003
yaitu merencanakan pembelajaran,melaksanakan pembelajaran,menilai hasil
pembelajaran,melakukan pembimbingan,melakukan pelatihan,melakukan penelitian
dan melakukan pengabdian masyarakat.
3. Rendahnya
Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru
mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia.Dengan
pendapatan yang rendah, terang saja banyak guru terpaksa melakukan
pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les
pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus,pedagang buku/LKS, pedagang
pulsa ponsel, dan sebagainya.
4. Rendahnya
Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu
(rendahnya sarana fisik,kualitas guru,dan kesejahteraan guru)pencapaian
prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan.
Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran.Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-R,1999(IEA,1999) memperlihatkan bahwa,diantara 38 negara peserta,prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA,ke-34 untuk matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas yang di survey di asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61,ke-68,ke-73,dank e-75.
Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran.Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-R,1999(IEA,1999) memperlihatkan bahwa,diantara 38 negara peserta,prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA,ke-34 untuk matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas yang di survey di asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61,ke-68,ke-73,dank e-75.
5. Kurangnya
Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan
masih terbatas pada tingkat sekolah dasar. Data Balitbang Departemen
Pendidikan Nasional dan Direktorat Jendral Binbaga Departemen Agama tahun
2000 menunjukkan angka partisipasi murni (AMP) untuk anak usia SD pada tahun
1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa) pencapaian APM ini termasuk kategori
tinggi . angka partisipasi murni pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54,8%
(9,4 juta siswa).
6. Rendahnya
Relevansi Pendidikan dengan kebutuhan
hal tersebut dapat dilihat dari
banyaknya lulusan yang menganggur . data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak
tahun 1990 menunjukkan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusa SMU
sebesar 25,47 %,Diploma / SO sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%.
Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang fungsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang fungsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
7. Mahalnya
biaya pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal,
kalimat ini yang sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus
dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya
pendidikan dari tamn kanak – kanak (TK) hingga perguruan tinggi (PT) membuat
masyarakat miskin tidak boleh sekolah.
Masalah yang dihadapi
pemerintah Indonesia yang sampai sat ini dirumuskan menjadi lima kelompok,
yaitu:
1. Masalah Pemerataan Pendidikan
Dalam melaksanakan fungsinya sebagai
wahana untuk memanjakan bangsa dan kebudayaan nasional, pendidikan nasional
diharapkan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga
Negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan.
Masalah pemerataan pendidikan adalah
persoalan bagaiman sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada seluruh warga Negara untuk memperoleh pendidikan,
sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembanguana sumber daya manusia
untuk menunjang pembangunan.
Masalah pemerataan pendidikan timbul
apabila masih banyak warga Negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat
di tampung dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilita
pendidikan yang tersedia. Pada masa awalnya, di tanah air kita Undang-Undang No
4 tahun 1950 sebagai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pada bab
XI pasal 17 berbunyi:
“Tiap-tiap warga Negara republik Indonesia mempunyai
hak yang sama diterima menjadi murid suatu sekolah jika syarat-syarat yang
ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran pada
sekolah itu dipenuhi.
“
Selanjutnya dalam kaitannya dengan
wajib belajar Bab VI pasal 10 ayat 1 menyatakan: ”semua anak yang berumur 6 tahun
berhak dan yang sudah berumur 8 tahun diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya
6 tahun “ ayat 2 menyatakan: “belajar di sekolah agama yang telah mendapat
pengakuan dari menteri agama yang dianggap telah memenuhi kewajiban belajar.
Landasan yuridis pemerataan
pendidika tersebut penting sekali artinya, sebagai landasan pelaksanaan upaya
pemerataan pendidikan guna mengejar ketinggalan kita sebagai akibat penjajahan.
Masalah pemerataan memperoleh
pendidikan dipandang penting sebab jika anak-anak usia sekolah memperoleh
kesempatan belajar pada SD, maka mereka memiliki bekal dasar berupa kemampuan
membaca, menulis, dan berhitung sehingga mereka dapat mengikuti perkembangan
kemajauan melalui berbagai media massa dan sumber belajar yang tersedia baik
mereka itu nantinya berperan sebagai produsen maupun konsumen. Dengan demikian
mereka tidak terbelakang dan menjadi penghambat pembangunan.
Oleh karena itu, dengan melihat
tujuan yang terkandung di dalam upaya pemerataan pendidikan tersebut yaitu
menyiapkan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan, maka
setelah upaya pemerataan pendidikan terpenuhi, mulai diperhatikan juga upaya
pemerataan mutu pendidikan. Hal ini akan dibicarakan pada butir tentang masalah
mutu pendidikan.
Khusus pendidikan formal atau
pendidikan persekolahan yang berjenjang dan tiap-tiap jenjang memiliki
fungsinya masing-masing maupun kebijaksanaan memperoleh kesempatan pendidikan
pada tiap jenjang itu diatur dengan memperhitungkan faktor-faktor kuantitatif
dan kualitatif serta relevansi yang selalu ditentukan proyeksinya secara terus
menerus dengan saksama.
Pada jenjang pendidikan dasar,
kebijaksanaan penyediaan memperoleh kesempatan pendidikan didasarkan atas
pertimbangan faktor kuantitatif, karena kepada seluruh warga Negara perlu di
berikan bekal dasar yang sama. Pada jenjang pendidikan menengah dan terutama
pada jenjang pendidikan yang tinggi, kebijakan pemertaan didasarkan atas
pertimbangan kualitatif dan relevansi, yaitu minat dan kemampuan anak,
keperluan, tenaga kerja, dan keperluan pengembangan masyarakat, kebudayaan,
ilmu, dan tekonologi. Agar tercapai keseimbangan antara faktor
minat dengan kesempatan memperoleh pendidikan, perlu diadakan penerangan yang
seluas-luasnya mengenai bidang-bidang pekerjaan dan keahlian dan persyaratannya
yang dibutuhkan dalam pembangunan utamanya bagi bidang-bidang yang baru dan
langka.
Perkembangan upaya pemerataan
pendidikan berlangsung terus menerus dari pelita ke pelita. Didalam
Undang-Undang No.2 tahun 1989 tengtang sistem pendidikan nasional III tentang
hak warga Negara untuk memperoleh pendidikan, pasal 5 menyatakan: ”setiap warga
Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan”. Bahkan dalam pasal
7 mengenai hak telah di tegaskan sebagai berikut: “penerimaan seorang peserta
didik dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan
jenis kelamin, agama, suku, ras, kedudukan sosial, dan tingkat kemampuan
ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang
bersangkutan.
Perkembangan IPTEK menawarkan beraneka
ragam alternatif model pendidikan yang dapat memperluas pelayanan kesempatan
belajar. Dilihat dari segi waktu belajarnya bervariasi dari beberapa jam, hari,
minggu, bulan, sampai tahunan, melalui proses tatap muka sampai pada lingkungan
alam yang dapat mendung.
2. Masalah
Mutu Pendidikan
Mutu pendidikan dipermasalahkan jika
hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti yang diharapkan. Penetapan mutu
hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga penghasil sebagai produsen
tenagan terhadap calon luaran, dengan sistem sertifikasi. Selanjutnya jika
luaran tesebut terjun kelapangan kerja penilaian dilakukan oleh lembaga pemakai
sebagai konsumen tenaga dengan sistem tes unjuk kerja. Lazimnya masih dilakukan
pelatihan dan pemagangan bagi calon untuk penyesuaian dengan tuntutan
persyaratan kerja dilapangan, dan berkarya.
Jadi mutu pendidikan pada akhirnya
dilihat pada kualitas keluaranya. Jika tujuan pendidikan nasioanl dijadikan
kriteria, maka pertanyaanya adalah: apakah keluaran dari sistem pendidikan
menjadikan pribadi yang bertakwa, mandiri, anggota masyarakat yang sosial yang
bertanggung jawab. Dengan kata lain keluaran ini mewujudkan diri sebagai
manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan membangun
lingkungannya. Kualitas luaran seperti tersebut adalah nurturant effect.
Meskipun disadari bahwa hakikatnya produk dengan ciri-ciri seperti itu tidak
semata-mata hasil dari sistem pendidikan itu sendiri. Yang menjadi persoalan
ialah bahwa cara pengukuran mutu produk tersebut tidak mudah. Dan pada umumnya
hanya dengan mengasosiasikan dengan hasil belajar yang sering dikenal dengan
EBTA atau hasil sipenmaru.
Padahal hasil belajar yang bermutu
hanya mungkin dicapai melalui proses belajar yang bermutu. Jika proses belajar
tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang bermutu.
Jika tidak terjadi belajar secara optimal akan menghasilkan skor hasil ujian
yang baik maka hampir dapat dipastikan bahwa hasil belajar tersebut adalah
semu. Berarti pokok permasalahan mutu pendidikan lebih terletah pada masalah
pemprosesan pendidikan. Selanjutnya kelancara pemprosesan pendidikan ditunjang
oleh komponen pendidikan yang terdiri dari peserta didik, tenaga kependidikan,
kurikulum, sarana pembelajaran, dan juga masyarakat sekitar.
Masalah mutu pendidikan juga
mencakup masalah pemerataan mutu, didalam Tap MPR RI tentang GBHN dinyatakan
bahwa titik berat pembanguan pendidikan diletakkan pada peningkatan mutu setiap
jenjang dan jenis pendidikan, dan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan
khususnya untuk memacu untuk penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu
lebih disempurnakan dan ditingkatkan pengajaran ilmu pengetahuan alam dan
matematika. Umumnya pendidikan di seluruh tanah air pada umumnya menunjukkan
daerah pedesaan lebih rendah dari daerah perkotaan.
3. Masalah Efisiensi Pendidikan
Pada hakikatnya masalah efisiensi
adalah masalah pengelolaan pendidikan, terutama dalam pemanfaatan dana dan
sumber daya manusia.
Efesiensi artinya dengan menggunakan
tenaga dan biaya sekecil-kecilnya dapat diperoleh hasil yang sebesar-besarnya.
Jadi, sistem pendidikan yang efesien ialah dengan tenaga dan dana yang terbatas
dapat di hasilkan sejumlah besar lulusan yang berkualitas tinggi. Oleh sebab
itu, keterpaduan pengelolaan pendidikan harus tampak diantara semua unsur dan
unit, baik antar sekolah negeri maupun swasta, pendidikan sekolah maupun luar
sekolah, antara lembaga dan unit jajaran depertemen pendidikan dan kebudayaan.
Para ahli banyak mengatakan bahwa
sistem pendidiakn sekarang ini masih kurang efisien. Hal ini tampak dari
banyaknya anak yang drop-out, banyak anak yang belum dapat pelayanan
pendidikan, banyak anak yang tinggal kelas, dan kurang dapat pelayanan yang
semestinya bagi anak-anak yang lemah maupun yang luar biasa cerdas dan genius.
Oleh karena itu, harus berusaha
untuk menemukan cara agar pelaksanaan pendidikan menjadi efisien.
Masalah efisiensi pendidikan
mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikn mendayagunakan sumber daya yang
ada untuk mencapai tujuan pendidikan. Jika penggunaannya hemat dan tepat
sasaran dikatakan efisiensinya tinggi.
Beberapa masalah efisiensi
pendidikan yang penting adalah:
a)
Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan
b) Bagaimana
prasarana dan sarana pendidikan digunakan
c)
Bagaimana pendidikan diselenggarakan
d) Masalah
efisiensi dalam memfungsikan tenaga.
Masalah ini meliputi pengangkatan,
penempatan, dan pengembanagan tenaga kependidikan. Masalah pengangkatan terletak
pada kesenjanagn antara stok tenaga yang tesedia dengan jatah pengangkatan yang
sangat terbatas. Pada masa 5 tahun terakgir ini jatah pengangkatan setiap
tahunnya hanya sekitar 20 % dari kebutuhan tenaga lapangan. Sedangkan
persediaan tenaga siap di angkat lebih bear daripada kbutuhan di lapangan.
Dengan demikian berarti lebih dari 80% tenaga yang tersedia tidak segera
difungsikan. Ini terjadi kemubadziran yang terselubung, karena biaya investasi
pengadaan tenaga tidak segera terbayar kembali melalui pengabdian. Dan tenaga
kependidikan khususnya guru tidak disiapkan untk berwirausaha.
Masalah penempatan guru, khususnya
guru bidang penempatan studi, sering mengalami kepincanagn, tidak disesuaikan
dengan kebutuhan di lapangan. Suatu sekolah menerima guru baru dalam bidang
studi yang sudah cukup atau bahkan sudah kelebihan, sedang guru bidang studi
yang dibutuhkan tidak diberikan karena terbatasnya jatah pengangkatan sehingga
di tempatkan didaerah sekolah-sekolah tertentu seorang guru bidang studi harus
merangkap mengajarkan bidang studi diluar kewenangannya, meskipun persediaan
tenaga yang direncanakan secara makro telah mencukupi kebutuhan, namun
mengalami masalah penempatan karena terbatasnya jumlah yang dapat diangkat dan
sulitnya menjaring tenaga kerja yang tesedia didaerah terpencil.
Masalah pengembanagan tenaga
kependidikan di lapangan biasanya terlambat, khususnya pada saat menyongsong
hadirnya kurikulum baru. Setiap pembaruan kurikulum menuntut adanya penyesuaian
dari para pelaksana lapangan. Dapat dikatakan umumnya penanganan pengembanagn
tenaga pelaksana di lapangan sangat lambat. Padahal proses pembekalan untuk
dapat siap melaksanakan kurikulum baru sangat memakan waktu. Akibatnya terjadi
kesenjangan antara saat di rencanakan berlakunya kurikulum dengan saat mulai
dilaksanakan dan pendidikan berlangsung kurang efisien dan efektif.
4.
Masalah
Relevansi Pendidikan
Masalah relevensi adalah masalah yang
timbul karena tidak sesuainya sistem pendidikan dengan pembangunan nasional
setara kebutuhan perorangan, keluarga, dan masyarakat, baik dalam jangka
pendek, maupun dalam jangka panjang.
Pendidikan merupakan faktor
penunjang bagi pembangunan ketahanan nasional. Oleh sebab itu, perlu
keterpaduan di dalam perencanaan dan pelaksanaan pendidikan dengan pembangunan
nasional tersebut. Sebagai contoh pendidikan di sekolah harus di rencanakan
berdasarkan kebutuhan nyata dalam gerak pembangunan nasional, serta
memperhatikan ciri-ciri ketenagaan yang di perlukan sesuai dengan keadaan
lingkungan di wilayah-wilayah lingkungan tertentu.
Telah dijelaskan pada bagian
terdahulu bahwa tugas pendidikan ialah menyiapkan sumber daya manusia untuk
pembangunan. Masalah relevansi pendidikan mencakup sejauh mana
sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan
pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang digambarkan dalam rumusan
tujuan pendidikan nasional.
Luaran pendidikan diharapkan dapat
mengisi semua sektor pembangunan yang beraneka ragam seperti sektor produksi,
sektor jasa. Baik dari segi jumlah maupun dari segi kualitas. Jika sistem
pendidikan menghasilkan luaran yang dapat mengisi semua sektor pembangunan baik
yang aktual maupun yang potensial dengan memenuhi kriteria yang dipersyaratkan
oleh lapangan kerja, maka relevansi pendidikan dianggap tinggi.
Sebenarnya kriteria relevansi
seperti yang dinyatakan tersebut cukup ideal jika dikaitkan dengan
kondisi sistem pendidikan pada umumnya dan gambaran tentang pekerjaan yang ada
antara lain sebagai berikut:
a)Status lembaga pendidikan sendiri
masih bermacam-macam kualitasnya.
b) Sistem pendidikan tidak pernah
menghasilkan luaran siap pakai. Yang ada ialah siap kembang.
c)Peta kebutuhan tenaga kerja dengan
persyaratannya yang dapat digunakan sebagai pedoman oleh lembaga-lembaga
pendidikan untuk menyusun programnya tidak tersedia.
Dari keempat macam masalah
pendidikan tersebut masing-masing dikatakan teratasi jika pendidikan:
a)
Dapat
menyediakan kesempatan pemerataan belajar, artinya semua warga Negara yang
butuh pendidikan dapat ditampung daalm suatu satuan pendidikan.
b)
Dapat
mencapai hasil yang bermutu artinya: perencanaan, pemprosesan pendidikan dapat
mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
c)
Dapat
terlaksana secara efisien artinya: pemrosesan pendidikan sesuai dengan
rancangan dan tujuan yang ditulis dalam rancangan.
d)
Produknya
yang bermutu tersebut relevan, artinya: hasil pendiidkan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat dan pembangunan.
Pada dasarnya pembangunan dibidang
pendidikan tentu menginginkan tercapainya pemerataan pendidikan dan pendidikan
yang bermutu sekaligus. Ada dua faktor yang dapat dikemukakan sebagai penyebab
mengapa pendidikan yang bermutu belum dapat diusahakan pada saat demikian,
yaitu:
Pertama: gerakan perluasan pendidikan untuk melayani pemerataan
kesempatan pendidikan bagi rakyat banyak memerlukan penghimpunan dan pengerahan
dana dan daya.
Kedua: kondisi satuan-satuan pendidikan pada saat demikian
mempersulit upaya peningkatan mutu karena jumlah murid dalam kelas terlalu
banyak, pengerahan tenaga pendidik yang kurang kompeten, kurikulum yang belum
mantap, sarana yang tidak memadai.
Meskipun demikian pemerataan
pendidiakn tidak dapat diabaikan karena upaya tersebut, terutama pada saat
suatu bangsa sedang memulai membangun mempunyai tujuan ganda, yaitu disamping
tujuan politis juga tujuan pembanguan yaitu memberikan bekal dasar kepada warga
Negara agar dapat menerima informasi dan memiliki pengetahuan dasar untuk
mengembangkan diri sehingga dapat perpatisipasi dalam pembanguanan.
Dalam uraian tersebut tampak bahwa
masalah pemerataan berkaitan erat dengan masalah mutu pendidikan.
Bertolak dari gambaran tersebut
terlihat juga kaitannya dengan masalah efisiensi. Karena kondisi pelaksanaan
pendidikan tidak sempurna, maka dengan sendirinya pelaksanaan pendidikan dan
khususnya proses pembelajaran berlangsung tidak efisien. Hasil pendidikan belum
dapat diharapkan relevan dengan kebutuhan masyarakat pembangunan, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif.
5. Masalah lemahnya manajemen pendidikan
Reformasi pemerintahan yang terjadi di
Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penyelenggaraan pamerintahan dari
sentralisasi ke desentralisasi. Kejadian ini telah bergulir ditandai dengan
pemberian otonomi yang luas dan nyata pada daerah termasuk dalam manajemen
pendidikan. Manajemen yang terpusat pada masa dulu, banyak kendala, misalnya
kebijakan pusat yang tidak sejalan atau sesuai dengan kondisi di daerah,
pemberian sarana yang tidak diperlukan.
Implementasi pemberian otonomi ini
dimaksudkan untuk lebih memandirikan daerah dan memberdayakan masyarakat
sehingga keleluasan dalam mengatur dan melaksanakan kebijakan atas prakarsa
sendiri. Pemberian otonomi yang luas dan bertanggung jawab dilaksanakan dengan
penerapan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan,
berkeadilan, dan memperhatikan potensi serta keanekaragaman daerah dengan titik
sentral otonomi pada wilayah yang paling dekat dengan rakyat, yaitu Daerah
Kabupaten dan Kota.
Implementasi otonomi pendidikan di
tingkat sekolah di Indonesia peningkatan manajemen dilakukan melalui manajemen
berbasis sekolah (MBS). Hal ini dimaksudkan memberikan kewenangan yang lebih
luas kepada sekolah untuk mengambil kebijakan yang sesuai dengan sekolah. Untuk
pelaksanaan di tingkat SD dengan penerapan MBS sedangkan untuk tingkat sekolah
menengah menerapkan manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMPBS).
MPMPBS merupakan bentuk alternatif dalam program desentralisasi bidang
pendidikan yang ditandai dengan adanya otonomi yang luas di tingkat sekolah,
agar manajemen sekolah dapat meningkat sesuai dengan kondisi sekolah tersebut.
1.4
Solusi Untuk Mengatasi Permasalahan
Pendidikan
1.
Solusi
Masalah Pemerataan Pendidikan
Pemecahan
Masalah Pemerataan Pendidikan, Banyak
macam pemecahan rnasalah yang telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah untuk
meningkatkan pemerataan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
langkah-langkah ditempuh melalui cara konvensional dan cara inovatif.
Cara
konvensional antara lain:
a) Membangun
gedung sekolah seperti SD Inpres dan atau ruangan belajar.
b) Menggunakan
gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi dan sore)
Cara
inovatif antara lain:
1.
Sistem pamong
(pendidikan oreh masyarakat, orang tua, dan guru) atau Inpacts system (Instructionar Management by parent, community and,
teacher). sistem tersebut dirintis di solo dan didiseminasikan ke beberapa
provinsi.
2.
SD kecil pada daerah
terpencil.
3.
Sistem Guru Kunjung.
4. SMP
Terbuka (ISOSA _ In School Out off School
Approach),
5.
Kejar Paket A dan B.
6.
Belajar Jarak Jauh,
seperti Universitas Terbuka.
2.
Solusi Masalah Mutu, Efisiensi
dan Relevansi Pendidikan
Meskipun untuk tiap-tiap jenis dan
jenjang pendidikan masing-masing memiliki kekhususan, namun pada dasarnya
pemecahan masalah mutu pendiidkan bersasaran pada perbaikkan kualitas komponen
pendidikan serta mobilitas komponen-komponen tersebut. Upaya tersebut pada
gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses pendidikan dan
pengalaman belajar peserta didik, dan menghasilkan hasil pendidikan.
Upaya pemecahan masalah masalah mutu
pendidikan dalam garis besarnya meliputi hal-hal yang bersifat sebagai fisik
dan lunak, personalia, dan manajemen. Sebagai berikut:
a) Seleksi yang lebih rasional terhadap
masukan mentah, khususnya untuk SLTA dan PT.
b) Pengembanagn kemanpuan tenaga kependidikan
melalui studi lanjut.
c) Penyempurnaaan kurikulum
d) Pengembanagan prasarana yang
menciptakan lingkungan yang tenteram untuk belajar
e) Penyempurnaan sarana belajar seperti
buku paket, media pembelajaran
f) Peniungkatan adminisrasi manajemen
khususnya yang mengenai anggaran
g) Kegiatan pengendalian mutu.
Upaya
untuk meningkatkan mutu dan relavansi pendidikan adalah dasar pemikiran makro
yang melandasi lahirnya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, tentang Pemerintah
Daerah adalah untuk menghadapi tantangan persaingan global. Dengan otonomi dan
desentralisai diharapkan masing-masing daerah termasuk warga masyarakatnya
lebih terpacu dalam meningkatkan kualitas SDM dalam memasuki persaingan global
tersebut. Kemampuan bersaing tersebut sebagian besar ditentukan oleh pendidikan
yang berkualitas. Kualitas pendidikan dimaksudkan bukan hanya tingkat nasional
akan tetapi tingkat internasional, untuk menjamin persaingan di tingkat
internasional. Sehingga bangsa Indonesia mampu menjadi “tuan rumah” di
negaranya sendiri, sebagai akibat dari tingginya kualitas SDM melalui
pendidikan.
3.
Perbaikan manajemen pendidikan
Upaya
untuk meningkatkan mutu manajemen sekolah, diterapkannya manajemen peningkatan
mutu berbasis sekolah (MPMBS). MPMBS ini merupakan alternatif sekolah dalam
program desentralisasi bidang pendidikan. Upaya ini ditandai adanya otonomi
luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakt yang tinggi, dan dalam kerangka
kebijakan nasional. Otonomi sekolah diberikan agar sekolah dapat mengelola
dengan leluasa, mengelola sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai dengan
prioritas, dan sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhannya sendiri. Dengan
demikian kebutuhan sekolah dapat terpenuhi sesuai dengan kondisi dan situasi
yang berkembang di sekolah. Sedangkan masyarakat dituntut berpartisipasi agar
mereka lebih memahami pendidikan, membantu serta mengontrol pengelolaan
pendidikan.
MPMBS
menawarkan kepada sekolah agar dapat menyediakan pendidikan yang lebih baik dan
lebih memadaibagi para siswanya. Dengan adanya otonomi sekolah menjadikan
kinerja para staf, guru dan pimpinan sekolah meningkat, untuk memberikan
layanan terbaiknya dalam pembelajaran dan pendidikan. Dengan demikian manajemen
sekolah dikelola dengan kebersamaan dan lebih profesional, akhirnya terjadi
peningkatan manajemen pendidikan.
MPMBS
ditandai adanya otonomi sekolah dan partisipasi masyarakat yang tinggi tanpa
mengabaikan kebijakan nasional ditujukan untuk meningkatkan: efisiensi, mutu,
dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui antara lain:
kekuasaan pengelola sumberdaya, partisipasi, masyarakat dan penyederhanaan
birokrasi.
Sedangkan
peningkatan mutu dapat diperoleh antara lain partisipasi orang tua terhadap sekolah,
fleksibelitas pengelolaan sekolah dan kelas, profesionalisme guru dan kepala
sekolah, berlakunya sistem intensif/disitetif, dan lainnya.
1.5
Permasalahan Aktual Pendidikan dan
Penanggulangannya
Masalah aktual tersebut ada yang mengenai konsep dan ada
yang mengenai pelaksanaannya . Misalnya munculnya kurikulum baru adalah masalah
konsep. Apakah kurikulum itu cukup andal secara yuridis (merupakan penjabaran
undang-undang pendidikan) atau tidak.
Menurut Tirtarahardjapada (2010:249) masalah aktual tersebut
adalah:
a)
Masalah
kebutuhan pencapaian sasaran
b)
Masalah kurikulum
c)
Masalah peranan guru
d)
Masalah pendidikan dasar 9 tahun
a.
Masalah kebutuhan pencapaian sasaran
Hambatan yang harus dihadapi:
1)
Beban kurikulum sudah terlalu surat
2) Pendidikan afektif sulit
diprogramkan secara eksplisit
3) Pencapaian hasil pendidikan
afektif memakan waktu
4) Menilai hasil pendidikan
afektif tidak mudah
b. Masalah Kurikulum
Pada bagian ini akan dibahas masalah aktual mengenai
kurikulum. Masalah kurikulum meliputi masalah konsep dan masalah
pelaksanaannya. Yang menjadi sumber masalah ini ialah bagaiman system
pendidikan dapat membekali peserta didik untuk terjun ke lapangan kerja (bagi
yang tidak melajutkan sekolah) dan memberikan bekal dasar yang kuat untuk ke
perguruan tinggi (bagi yang melajutkan sekolah).
Menurut Tirtarahardjapada (2010:252) Konep kurikulum 1984
juga memiliki kelebihan kareana adanya keluwesan antara lain:
a)
Disediakannya
aneka program belajar untuk melanjutkan ke perguruan tinggi dan untuk memasuki
lapangan kerja
b)
Adanya
program inti yang sifatnya nasioal
c)
Adanya
program pusat dan program daerah (muatan lokal)
c. Masalah Peranan
Guru
Untuk memandu proses pembelajaran murid ia dibantu oleh
petugas lainnya seperti konselor (guru BP), pustakawan, laboratorium dan
teknisi sumber belajar. Maka dari itu waktu itu dapat digunakan utuk :
1) Melakukan
kontak dan pendekatan manusiawi yang lebih intensif dengan murid-muridnya.
2) Dari sisi
pembelajaran ia mampu mengelola proses pembelajaran (sebagai manajer),
menunjukkan tujuan pembelajaran (direktor), mengorganisasikan kegiatan
pembelajaran (koordinataor), mengkomunikasikan murid dengan berbagai sumber
belajar (komunikator), menyediakan dan memberikan kemudahan-kemudahan belajar
(fasilitatator), dan memberikan doronagn belajar (stimulator)
d. Masalah Pendidikan Dasar 9
Tahun
Dalam pelaksanaan pendidikan dasar 9 tahun, lebih-lebih pada
tahap awal sudah pasti banyak hambatannya, hambatan tersebut ialah:
1) Realisasi pendidikan dasar yang diatur dengan
PP No.28 Tahun 1989
2) Kurikulum yang belum siap
3) Pada masa transisi para pelaksanaan pendidkan
dilapangan perlu disiapkan melalui
bimbingan.
Menurut Tirtarahardjapada (2010:249) beberapa upaya yang
perlu dilakukan untuk menanggulangi masalah-masalah aktual seperti telah
dikekemukakan pada butir satu, antara lain sebagai berikut:
a. Pendidikan afektif: perlu
ditingkatkan secara terprogram tidak cukup berlangsung hanya sekedar
incidental.
b. Pelaksanaan ko dan ekstrak kurikuler
dikerjakan dengan penuh kesungguhan
c. Pemilihan siswa atas kelompok yang
akan melajutkan belajar ke perguruan tinggi
d. Pendidikan tenaga kependidikan
e. Untuk pelaksanaan dasar 9 tahun
BAB
III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Permasalahan pendidikan adalah,
persoalan-persoalan atau permasalahan-permasalahan yang di hadapi oleh dunia
pendidikan, khususnya Negara Indonesia. Dunia pendidikan kita masih menghadapi
berbagai masalah internal yang cukup mendasar dan bersifat kompleks. Kita masih
menghadapi sejumlah masalah yang sifatnya berantai sejak jenjang
pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Rendahnya kualitas pada jenjang
sekolah dasar sangat penting untuk segera diatasi karena sangat berpengaruh
terhadap pendidikan selanjutnya.
Permasalahan-
permasalahan pendidikan ada dua bagian
a. Permasalahan teoretis,
b. Permasalahan praktis, yang meliputi
·
Pengaruh
perkembangan IPTEKS
·
Pengaruh
pertambahan penduduk
·
Peningkatan
aspirasi masyarakat
·
Problem
dana
·
Belum
adanya sistem manajemen yang mantap
·
Munculnya
konsep-konsep baru
Masalah-masalah
pendidikan di Indonesia,meliputi :
1.
Masalah Pemerataan Pendidikan
Masalah pemerataan pendidikan adalah
persoalan bagaiman sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada seluruh warga Negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga
pendidikan itu menjadi wahana bagi pembanguana sumber daya manusia untuk
menunjang pembangunan. Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih
banyak warga Negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat di tampung
dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilita pendidikan yang
tersedia.
2.
Masalah mutu pendidikan
Berarti pokok permasalahan mutu
pendidikan lebih terletak pada masalah pemprosesan pendidikan. Selanjutnya
kelancaran pemprosesan pendidikan ditunjang oleh komponen pendidikan yang
terdiri dari peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum, sarana
pembelajaran, dan juga masyarakat sekitar. Dan Masalah mutu pendidikan juga
mencakup masalah pemerataan mutu.
3. Masalah
Efisiensi Pendidikan
Pada hakikatnya masalah efisiensi
adalah masalah pengelolaan pendidikan, terutama dalam pemanfaatan dana dan
sumber daya manusia. Dan sistem pendidikan yang efesien ialah dengan tenaga dan
dana yang terbatas dapat di hasilkan sejumlah besar lulusan yang berkualitas
tinggi. Para ahli banyak mengatakan bahwa sistem pendidiakn sekarang ini masih
kurang efisien. Masalah efisiensipendidikan mempersoalkan bagaimana suatu
sistem pendidikn mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan
pendidikan. Jika penggunaannya hemat dan tepat sasaran dikatakan efisiensinya
tinggi. Masalah ini meliputi pengangkatan, penempatan, dan pengembanagan tenaga
kependidikan.
4.
Masalah Relevansi Pendidikan
Masalah relevansi pendidikan
mencakup sejauh mana
sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan
pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang digambarkan dalam rumusan
tujuan pendidikan nasional.
Alternatif
solusinya:
1.
Solusi Masalah Pemerataan Pendidikan
Dengan Cara konvesional antara lain:
1) Membangun
gedung sekolah seperti SD inpres dan atau ruangan belajar.
2) Menggunakan
gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi dan sore).
2.
Solusi Masalah Mutu, Efisiensi dan Relevansi Pendidikan
Dengan Upaya pemecahan masalah masalah
mutu pendidikan dalam garis besarnya meliputi hal-hal yang bersifat sebagai
fisik dan lunak, personalia, dan manajemen. Sebagai berikut:
a) Seleksi yanglebih rasional terhadap
masukan mentah, khususnay untuk Slta dan PT.
b) Pengembanagn kemanpuan tenaga
kependidikan melalui studi lanjut.
c) Penyempurnaaan
kurikulum
d) Pengembanagan prasarana yang
menciptakan lingkungan yang tenteram untuk belajar
e) Penyempurnaan
sarana belajar seperti buku paket, media pembelajaran
f) Peniungkatan
adminisrasi manajemen khususnya yang mengenai anggaran
g) Kegiatan
pengendalian mutu.
1.2 Saran
Perkembangan
dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem
pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam
segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar
tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan meningkatkan
kualitas pendidikannya terlebih dahulu.
Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber
daya manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa
bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional.
DAFTAR
PUSTAKA
No comments:
Post a Comment