1.
Pedoman
Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi PKP Yang Melakukan Penyerahan
Terutang Pajak Dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak
Pengusaha kena pajak
yang melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak
terutang pajak adalah :
1. Pengusaha
kena pajak yang melakukan kegiatan usaha terpadu
2. Pengusaha
kena pajak yang melakukan usaha jasa yang atas penyerahannya terutang dan tidak
terutang pajak pertambahan nilai
3. Pengusaha
kena pajak yang melakukan penyerahan barang dan jasa yang atas penyerahannya
terutang dan yang tidak terutang pajak pertambahan nilai
4. Pengusaha
kena pajak yang menghasilkan barang kena pajak yang terutang pajak pertambahan
nilai dan yang dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai
Untuk
pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan yang terutang pajak dan
penyerahan yang tidak terutang pajak sebagaimana tersebut diatas, perlakuan
pengkreditan pajak masukan adalah :
1. Pajak
masukan atas perolehan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak yang
nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang atas penyerahanya terutang
pajak pertambahan nilai, dapat dikreditkan seluruhnya.
2. Pajak
masukan atas perolehan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak yang
nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang atas penyerahanya tidak
terutang pajak pertambahan nilai atau mendapat fasilitas dibebaskan dari
pengenaan pajak pertambahan nilai,tidak dapat dikreditkan seluruhnya.
3. Pajak
masukan atas perolehan barang kena pajak dan/ atau jasa kena pajak yag belum
dapat dipastikan penggunaannya untuk penyerahan yang terutang pajak dan
penyerahan yang tidak terutang pajak, pengkreditannya menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan pajak masukan.
Pajak
masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan
pasti, jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan dihitng dengan menggunakan
pedoman penghitungan pajak masukan yang dikreditkan, yaitu :
|
Dengan
ketentuan :
P = jumlah pajak masukan yang dapat
dikreditkan
PM = jumlah pajak masukan atas
perolehan barang kena pajak dan/ atau jasa kena pajak
Z = persentase yang sebanding dengan jumlah
penyerahan yang terutang pajak terhadap penyerahan seluruhnya
Perhitungan
pajak masukan yang dapat dikreditkan dilakukan dengan menggunakan pedoman
penghitungan sebagai berikut :
a.
Untuk barang kena pajak dan jasa kena
pajak yang masa manfaatnya lebih dari satu tahun :

Dengan
ketentuan :
P’ = jumlah pajak masukan yang dapat
dikreditkan dalam satu tahun buku
PM
= jumlah pajak masukan atas perolehan barang kena pajak dan/atau jasa kena
pajak
T = masa manfaat barang kena pajak dan/atau
jasa kena pajak yang ditentukan sebagai berikut:
a.
Untuk BKP berupa tanah,bangunan adalah
10 tahun
b.
Untuk BKP selain tanah dan bangunan dan
jasa kena pajak adalah 4 tahun
Z’ = persentase yang sebanding dengan jumlah
penyerahan yang terutang pajak terhadap seluruh penyerahan dalam satu tahun
buku
b.
Untuk barang kena pajak dan jasa kena
pajak yang masa manfaatnya satu tahun atau kurang :
P’ = PM x Z’
Dengan
ketentuan:
P’ = jumlah pajak masukan yang dapat
dikreditkan dalam satu tahun buku
PM = jumlah pajak
masukan atas perolehan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak
Z’ = persentase yang sebanding dengan jumlah
penyerahan yang terutang pajak terhadap seluruh penyerahan dalam satu tahun
buku
2.
Pedoman
Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi PKP Yang Mempunyai Peredaran Usaha
Tidak Melebihi Jumlah Tertentu.
Pengusaha kena pajak dapat
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan apabila :
1. Mempunyai peredaran usaha dalam dua
tahun buku sebelumnya tidak melebihi Rp.1.800.000.000 untuk setiap satu tahun
buku
2. Wajib pajak yang baru dikukuhkan
sebagai pengusaha kena pajak.
Hal-hal yang terkait dengan
pengkreditan pajak masukan bagi
pengusaha kena pajak yang mempunyai peredaran usaha tidak melebihi jumlah
tertentu, dijelaskan sebagai berikut :
1. Pengusaha kena pajak yag menggunakan
pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan wajib beralih menggunakan
mekanisme pengkreditan pajak masukan dengan pajak keluaran mulai pajak
berikutnya setelah peredaran usahanya melebihi Rp.1.800.000.000
2. Dalam usaha pengusaha kena pajak
menggunakan mekanisme pengkreditan pajak masukan dengan pajak keluaran.
3. Pengusaha kena pajak yang bermaksud
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan harus
memberitahukan secara tertulis kepada kantor pelayanan pajak tempat pengusaha
kena pajak dikukuhkan paling lama.
4. Pengusaha kena pajak yang menggunakan
pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan harus melaksanakan secara taat
dalam satu tahun buku,
5. Besarnya pajak masukan yang dapat
dikreditkan yang dihitung menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak
masukan.
6. Pajak keluaran dihitung dengan cara
mengalihkan tariff sepuluh persen dengan dasar pengenaan pajak.
7. Pajak pertambahan nilai yang wajib
disetor pada setiap masa pajak dihitung dengan cara pajak keluaran dikurangi
dengan pajak masukan yang dapat dikreditkan.
8. Pengusaha kena pajak yang
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan tidak dapat
membebankan pajak pertambahan nilai atas perolehan barang kena pajak dan /atau
jasa kena pajak sebagai biaya untuk penghitunagn pajak penghasilan.
9. Dalam hal terjadi retur, pajak
pertambahan nilai atas penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak
dikembalikan atau diretur oleh pembeli.
10. Dalam hal pengusaha kena pajak yang
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan memilih beralih
menggunakan mekanisme pengkreditan pajak masukan dengan pajak keluaran.
3.
Pedoman Penghitungan Pengkreditan
Pajak Masukan Bagi PKP Yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu
Kegiatan usaha tertentu adalah
kegiatan usaha yang semata-mata melakukan :
1. Penyerahan kendaraan bermotor bekas
secara eceran
2. Penyerahan emas perhiasan secara
eceran
Beberapa hal yang terkait dengan
pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak yang melakukan kegiatan
usaha tertentu,
1. Pengusaha kena pajak yang melakukan
kegiatan usaha tertentu
2. Besarnya pajak masukan yang dapat
dikreditkan yang dihitung menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak
masukan
3. Pajak keluaran dihitung dengan cara
mengaikan tariff sepuluh persen dengan dasar pengenaan pajak.
4. Pajak pertambahan nilai yang wajib
disetor pada setiap masa pajak dhitung dengan cara pajak keluaran.
5. Pengusaha kena pajak yang
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan tidak dapat
membebankan pajak pertambahan nilai atas barang kena pajak dan/atau jasa kena
pajak sebagai biaya untuk penghitungan pajak penghasilan.
6. Dalam hal pada suatu masa pajak,
pengusaha kena pajak yang melakukan kegiatan usaha tertentu beraih usaha diluar
kegiatan usaha tertentu.
7. Dalam hal terjadi retur, pajak
pertambahan nilai atas penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak
yang dikembaliakan atau diretur oleh pembeli.
Faktur Pajak
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha
kena pajak (PKP) yang
melakukan penyerahan barang kena pajak (BKP) atau penyerahan jasa kena pajak (JKP).
PKP wajib
membuat Faktur Pajak untuk setiap:
a. penyerahan
BKP;
b. penyerahan
JKP;
c. ekspor
BKP tidak berwujud;
d. ekspor
JKP.
Faktur pajak
harus dibuat pada:
a. saat
penyerahan BKP dan/atau JKP;
b. saat
penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP;
c. saat
penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan;
d. saat
PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut
PPN.
Saat Penyerahan Diakui
1. Penyerahan
barag kena pajak untuk hal-hal berikut
e. Penyerahan
barang kena pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang
bergerak
f. Penyerahan
barang kena pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang tidak
bergerak
g. Penyerahan
barang kena pajak tidak berwujud
h. Barang
barang kena pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula
tidak untuk diperjualbelikan
i.
Pengalihan barang kena pajak dalam rangka
penggabungan,peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha yang
tidak memenuhi pasal 1A ayat 2
2. Penyerahan
jasa kena pajak terjadi pada saat
a.
harga
atas penyerahan JKP diakui sebagai piutang atau penghasilan atau pada saat
diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten;
b. kontrak atau perjanjian
ditandatangani, dalam hal saat pengakuan piutang dan penghasilan serta saat
penerbitan faktur penjualan tidak diketahui; atau
c. saat mulai tersedianya fasilitas
atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya, dalam
hal pemberian cuma-cuma atau pemakaian sendiri JKP.
Bentuk dan Ukuran Faktur Pajak
Menurut Pasal 3 Per-24/PJ/2012, bentuk dan
ukuran Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan PKP. Jadi tidak tidak
ditentukan dengan ukuran misalnya sekian cm x cm. Bisa dibuat besar atau kecil
sesuai selera dari PKP. Yang penting adalah content yang ada di dalamnya
minimal harus memuat hal-hal seperti yang tertuang dalam Pasal 13 ayat (5) UU
PPN dan PPnBM (terakhir UU No. 42 Tahun 2009) yaitu :
j.
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang
menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
k. nama,
alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima
Jasa Kena Pajak;
l.
jenis
barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
m. Pajak Pertambahan Nilai yang
dipungut;
n. Pajak Penjualan
atas Barang Mewah yang dipungut;
o. kode, nomor
seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
p. nama dan tanda
tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Tata
Cara Pengisian Keterangan Pada Faktur Pajak
1. Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak.
Diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang format
dan tata cara pengisiannya sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini
2. Identitas Pengusaha Kena Pajak.
Diisi dengan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak
Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan dan/ atau menerima Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak, sesuai dengan keterangan dalam Surat Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak, khusus untuk alamat diisi dengan alamat lengkap tempat
domisili dan/atau tempat kegiatan usaha Pengusaha Kena Pajak menurut keadaan
sebenarnya atau sesungguhnya pada saat Faktur Pajak dibuat. Penulisan alamat
lazimnya didahului dengan nama jalan diikuti dengan nomor, RT/RW, nama desa,
kecamatan, kabupaten/kota, dan diakhiri dengan kode pos. Dalam hal terdapat
kawasan/area, misalnya apartemen, gedung perkantoran, atau kompleks perumahan,
maka ditulis nama kawasan/area tersebut sebelum nama jalan. Dikecualikan dari
tata cara penulisan alamat di atas dalam hal suatu alamat keadaan yang
sebenarnya atau sesungguhnya tidak mempunyai nama jalan atau tidak berada di suatu
jalan tertentu dan tidak mempunyai nomor maka penulisan alamat hanya
mencantumkan RT/RW, nama desa, kecamatan, kabupaten/kota, dan diakhiri dengan
kode pos.
3. Pengisian tentang Barang Kena Pajak
/ Jasa Kena Pajak yang diserahkan: Nomor Urut.
a. Diisi dengan nomor urut dari Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan.
b. Nama Barang Kena Pajak/Jasa Kena
Pajak. Diisi dengan jenis Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang
diserahkan yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya.
-
Dalam
hal diterima Uang Muka atau Termin atau cicilan, kolom Nama Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak ditambah dengan keterangan, misalnya Uang Muka, atau
Termin, atau Angsuran, atas pembelian Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa
Kena Pajak.
-
Dalam
hal diketahui jumlah unit atau satuan tertentu lainnya, Pengusaha Kena Pajak
harus menambahkan keterangan jumlah unit atau satuan tertentu lainnya tersebut
atas Barang Kena Pajak yang diserahkan.
c. Harga Jual/Penggantian/Uang
Muka/Termin.
1)
Diisi
dengan Harga Jual atau Penggantian atas Barang Kena Pajak atas Jasa Kena Pajak
yang diserahkan sebelum dikurangi Uang Muka atau Termin.
2)
Dalam
hal diterima Uang Muka atau Termin, maka yang menjadi dasar penghitungan Pajak
Pertambahan Nilai adalah jumlah Uang Muka atau Termin yang bersangkutan.
3)
Dalam
hal pembayaran Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin dilakukan dengan menggunakan mata uang asing,
maka hanya baris "Dasar Pengenaan Pajak" dan baris "PPN= 10% X
Dasar Pengenaan Pajak" yang harus dikonversikan ke dalam mata uang rupiah
menggunakan kurs yang berlaku menurut Keputusan Menteri Keuangan pada saat
pembuatan Faktur Pajak.
4)
Dalam
hal keterangan Nama Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak yang diserahkan tidak
dapat ditampung dalam satu Faktur Pajak, maka Pengusaha Kena Pajak dapat:
-
membuat
lebih dari 1 (satu) Faktur Pajak yang masing-masing harus menggunakan Kode,
Nomor Seri, dan tanggal Faktur Pajak yang sama, serta ditandatangani dan diberi
keterangan nomor halaman pada setiap lembarnya, dan khusus untuk pengisian
jumlah, Potongan Harga, Uang Muka yang telah diterima, Dasar Pengenaan Pajak,
dan Pajak Pertambahan Nilai cukup diisi pada Faktur Pajak paling akhir; atau
-
membuat
1 (satu) Faktur Pajak yang menunjuk nomor dan tanggal Faktur-Faktur Penjualan
yang merupakan lampiran yang tidak terpisahkan dari Faktur Pajak tersebut,
Faktur Penjualan yarig bersangkutan harus diisi dengan jenis Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa kena Pajak yang diserahkan yang menggambarkan keadaan yang
sebenarnya atau sesungguhnya.
4. Jumlah Harga Jual/Penggantian/Uang
Muka/Termin. Diisi dengan penjumlahan dari angka-angka dalam kolom Harga
Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin.
5. Potongan Harga. Diisi dengan total nilai
potongan harga Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan,
dalam hal terdapat potongan harga yang diberikan.
6. Uang Muka yang telah diterima. Diisi dengan
nilai Uang Muka yang telah diterima dari penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
Jasa Kena Pajak.
7. Dasar Pengenaan Pajak. Diisi dengan
jumlah Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin dikurangi dengan Potongan Harga
dan Uang Muka yang telah diterima atau diisi dengan DPP Nilai Lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
8. PPN = 10% x Dasar Pengenaan Pajak.
Diisi dengan jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebesar 10% dari
Dasar Pengenaan Pajak.
9. Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Hanya diisi apabila terjadi penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah,
yaitu sebesar tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikalikan dengan Dasar
Pengenaan Pajak yang menjadi dasar penghitungan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah.
10. Tanggal .Diisi dengan tempat dan
tanggal Faktur Pajak dibuat.
11. Nama dan Tandatangan. Diisi dengan
nama dan tandatangan PKP atau pejabat/pegawai yang telah ditunjuk oleh
Pengusaha Kena Pajak untuk menandatangani Faktur Pajak, yang telah
diberitahukan secara tertulis kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha
Kena Pajak dikukuhkan atau tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai dilakukan,
paling lama pada akhir bulan berikutnya sejak pejabat/pegawai yang ditunjuk
tersebut menandatangani Faktur Pajak. Cap tanda tangan atau scan tanda tangan tidak diperkenankan dibubuhkan
pada Faktur Pajak.
12. Dalam hal penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak menggunakan mata uang asing maka:
a.
Pengusaha
Kena Pajak harus menambah kolom Valuta Asing sebagaimana contoh pada Lampiran
IB.
b.
Keterangan
Kurs diisi sesuai dengan Kurs Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada saat
pembuatan Faktur Pajak. Apabila dilakukan penggantian/pembetulan Faktur Pajak
maka kurs yang digunakan adalah kurs yang berlaku pada saat pembuatan Faktur
Pajak yang diganti/dibetulkan pertama kali.
c.
Dalam
hal Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan dengan menggunakan mata uang
asing dan rupiah, Lampiran IB harus digunakan juga untuk transaksi yang
menggunakan mata uang rupiah.
4.
Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak
A. Format kode dan nomor seri faktur
pajak
a) 2 (dua) digit pertama adalah Kode
Transaksi;
b) 1 (satu) digit berikutnya adalah
Kode Status; dan
c) 13 (tiga
belas) digit Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal
Pajak.
B. Tata Cara
Penggunaan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak
1.
Tata Cara Penggunaan Kode Transaksi pada Faktur Pajak
a. Kode Transaksi diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
-
digunakan
untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang terutang PPN dan PPNnya dipungut oleh
PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP. Kode ini digunakan
dalam hal bukan merupakan jenis penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode 04
sampai dengan kode 09.
-
digunakan
untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN Bendahara Pemerintah yang
PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN Bendahara Pemerintah.
-
digunakan
untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN Lainnya (selain Bendahara
Pemerintah) yang PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN Lainnya (selain Bendahara
Pemerintah) .
-
Pemungut
PPN Lainnya selain Bendahara Pemerintah, dalam hal ini adalah Kontraktor
Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas, Kontraktor atau Pemegang
Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi, Badan Usaha Milik
Negara atau Wajib Pajak lainnya yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN, termasuk
perusahaan yang tunduk terhadap Kontrak Karya Pertambangan yang di dalam
kontrak tersebut secara lex specialist ditunjuk sebagai Pemungut PPN.
-
digunakan
untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang menggunakan DPP Nilai Lain yang PPNnya
dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.
-
Kode
ini tidak digunakan.
-
digunakan
untuk penyerahan lainnya yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan
penyerahan BKP dan/atau JKP, dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang
paspor luar negeri (turis asing) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16E Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai.
-
Kode
ini digunakan atas penyerahan BKP dan/atau JKP selain jenis penyerahan pada
kode 01 sampai dengan kode 04 dan penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang
paspor luar negeri (turis asing), antara lain:
a. Penyerahan yang menggunakan tarif
selain 10%.
b. Penyerahan hasil tembakau yang
dibuat di dalam negeri oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau hasil tembakau
yang dibuat di luar negeri oleh importir hasil tembakau dengan mengacu pada
ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 62/KMK.03/2002
tentang Dasar Penghitungan, Pemungutan dan Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai
atas Penyerahan Hasil Tembakau.
c. Penyerahan BKP kepada orang pribadi
pemegang paspor luar negeri (turis asing) oleh PKP Toko Retail yang ditunjuk,
terkait dengan penerbitan Faktur Pajak Khusus.
-
digunakan
untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut
atau Ditanggung Pemerintah (DTP).
-
Kode
ini digunakan atas Penyerahan yang mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut atau
Ditanggung Pemerintah (DTP), berdasarkan peraturan khusus yang berlaku, antara
lain:
a. Ketentuan yang mengatur mengenai Bea
Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah
Yang Dibiayai Dengan Dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri.
b. Ketentuan yang mengatur mengenai
Perlakuan Perpajakan bagi Pengusaha Kena Pajak Berstatus Entrepot Produksi
Tujuan Ekspor (EPTE) Dan Perusahaan Pengolahan Di Kawasan Berikat (KB).
c. Ketentuan yang mengatur mengenai
Tempat Penimbunan Berikat.
d. Ketentuan yang mengatur mengenai
Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu.
e. Ketentuan yang mengatur mengenai
Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Avtur Untuk Keperluan
Penerbangan Internasional.
f. Ketentuan yang mengatur mengenai
Toko Bebas Bea.
g. Ketentuan yang mengatur mengenai
Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Atas Penyerahan Bahan Bakar
Nabati Di Dalam Negeri.
h. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan
Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai Serta Pengawasan Atas dan Pengeluaran Barang
Ke dan Dari Serta Berada Di Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
i. Ketentuan yang mengatur mengenai
Tata Cara Pengawasan, Pengadministrasian, Pembayaran, serta Pelunasan Pajak
Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Pengeluaran
dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Kawasan
Bebas Ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean dan Pemasukan dan/atau Penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean
Ke Kawasan Bebas.
j. Ketentuan yang mengatur mengenai
Tata Cara Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan Yang Telah
Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
-
digunakan
untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat
fasilitas Dibebaskan dari pengenaan PPN.
-
Kode
ini digunakan atas penyerahan yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan
PPN, berdasarkan peraturan khusus yang berlaku antara lain:
a) Ketentuan yang mengatur mengenai
Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa
Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
b) Ketentuan yang mengatur mengenai
Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis
yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
c) Ketentuan yang mengatur mengenai
pemberian pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas
Barang Mewah kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta
pejabatnya
-
digunakan
untuk penyerahan Aktiva Pasal 16D yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang
melakukan penyerahan BKP.
B. Penyerahan yang menggunakan Kode
Transaksi '01' adalah penyerahan yang terutang PPN dan PPNnya dipungut oleh PKP
Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP yang jenis penyerahannya
tidak termasuk dalam kategori:
1) penyerahan yang menggunakan DPP
Nilai Lain (Kode 04);
2) penyerahan lainnya dan
penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing)
(Kode 06); dan/atau
3) penyerahan Aktiva Pasal 16D (Kode
09).
C. Penyerahan yang menggunakan Kode
Transaksi '02' atau '03' adalah penyerahan kepada Pemungut PPN yang PPNnya
dipungut oleh Pemungut PPN, termasuk atas penyerahan dalam kategori:
1)
penyerahan
yang menggunakan DPP Nilai Lain (Kode 04);
2)
penyerahan
lainnya dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri
(turis asing) (Kode 06); dan/atau
3)
penyerahan-Aktiva
Pasal 16D (Kode 09).
D. Dalam hal atas penyerahan kepada
Pemungut PPN, PPN yang terutang dikecualikan dari pemungutan oleh Pemungut PPN,
maka kode transaksi yang digunakan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud
pada butir b di atas.
E. Penyerahan yang mendapat fasilitas
PPN tetap menggunakan Kode Transaksi '07' atau '08', termasuk penyerahan kepada
Pemungut PPN.
2. Tata Cara Penggunaan Kode Status
pada Faktur Pajak
a. Kode Status, diisi dengan ketentuan
sebagai berikut:
-
0 (nol) untuk status normal;
-
1 (satu) untuk status penggantian.
b. Dalam hal diterbitkan Faktur Pajak
pengganti ke-2, ke-3, dan seterusnya, maka Kode Status yang digunakan Kode
Status '1'.
3. Tata Cara Penggunaan Nomor Seri
Faktur Pajak
a. Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari
11 (sebelas) digit nomor urut yang dipisahkan oleh 2 (dua) digit tahun penerbitan.
b. Nomor Seri Faktur Pajak diberikan
dalam bentuk blok nomor dengan jumlah sesuai permintaan PKP.
c. Nomor Seri Faktur Pajak digunakan
untuk penerbitan Faktur Pajak dalam tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun
penerbitan yang tertera dalam Nomor Seri Faktur Pajak.
Tata Cara pembetulan atau
Penggantuan Faktur Pajak Yang Rusak, Salah dalam Pengisian atau Salah dalam
Penulisan.
1. Atas permintaan PKP pembeli atau
penerima JKP atau atas kemauan sendiri, PKPpenjual atau pemberi JKP membuat
Faktur Pajak Pengganti terhadap Faktur Pajakyang rusak, salah dalam pengisian,
atau salah dalam penulisan.
2. Pembetulan Faktur Pajak yang salah
dalam pengisian atau salah dalam penulisantidak diperkenankan dengan cara
menghapus, atau mencoret, atau dengan caralain, selain dengan cara membuat
Faktur Pajak Pengganti sebagaimana dimaksuddalam butir 1.
3. Penerbitan dan peruntukan Faktur
Pajak Pengganti dilaksanakan sepertipenerbitan dan peruntukan Faktur Pajak yang
biasa sesuai dengan Kode danNomor Seri Faktur Pajak yang telah ditetapkan.
4. Faktur Pajak Pengganti sebagaimana dimaksud
pada butir 1, diisi berdasarkan keterangan yang seharusnya dan dilampiri dengan
Faktur Pajak yang rusak, salahdalam pengisian atau salah dalam penulisan
tersebut.
5. Faktur Pajak Pengganti tetap
menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang samadengan Nomor Seri Faktur Pajak
yang diganti. Sedangkan tanggal Faktur PajakPengganti diisi dengan tanggal pada
saat Faktur Pajak Pengganti dibuat.
6. Pada Faktur Pajak Pengganti sebagaimana
dimaksud pada butir 1, dibubuhkan cap yangmencantumkan Kode dan Nomor Seri
Faktur Pajak serta tanggal Faktur Pajak yangdiganti. Pengusaha Kena Pajak dapat
membuat cap tersebut seperti contoh berikut. Kodedan Nomor Seri serta tanggal
Faktur Pajak yang diganti dapat diisi dengan cara manual.
7. Penerbitan Faktur Pajak Pengganti
mengakibatkan adanya kewajiban untuk membetulkanSurat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai pada Masa Pajak terjadinyakesalahan pembuatan Faktur Pajak
tersebut.
8. Faktur Pajak Pengganti dilaporkan
dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak PertambahanNilai pada Masa Pajak yang sama
dengan Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yangdilakukan penggantian dengan
mencantumkan nilai dan/ atau keterangan yangsebenarnya atau sesungguhnya setelah
penggantian.
9. Pelaporan Faktur Pajak Pengganti
pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak PertambahanNilai sebagaimana dimaksud pada
butir 8 harus mencantumkan Kode dan Nomor SeriFaktur Pajak yang diganti pada
kolom yang telah ditentukan
Tata Cara Penggantian Faktur Pajak
Yang Hilang
1.
Bagi
PKP Penjual atau Pemberi Jasa Kena Pajak (JKP)
a. PKP penjual atau pemberi JKP
dapat mengajukan permohonan tertulis untuk meminta copy dari Faktur Pajak
yang hilang kepada PKP pembeli atau penerima JKP dengan tembusan kepada KPP
di tempat PKP penjual atau pemberi JKP dikukuhkan dan kepada KPP
di tempat PKP pembeli atau penerima JKP dikukuhkan.
b. Berdasarkan permohonan dari PKP
penjual atau pemberi JKP , PKP pembeli atau penerima JKP membuat copy
dari arsip Faktur Pajak yang disimpan oleh PKP pembeli atau penerima JKP ,
untuk dilegalisasi oleh KPP tempat PKP pembeli atau penerima JKP
dikukuhkan.
c. Legalisasi diberikan oleh KPP
tempat PKP pembeli atau penerima JKP dikukuhkan setelah meneliti
asli arsip Faktur Pajak dan SPT Masa PPN dari PKP pembeli
atau penerima JKP tersebut.
d. KPP tempat PKP penjual atau
pemberi JKP dikukuhkan wajib melakukan penelitian atas SPT Masa
PPN dari PKP penjual atau pemberi JKP untuk meyakinkan bahwa
Faktur Pajak yang dilaporkan hilang tersebut sudah dilaporkan sebagai Pajak
Keluaran.
2.
PKP
Pembeli atau Penerima JKP
a. PKP pembeli atau penerima JKP
dapat mengajukan permohonan tertulis untuk meminta copy dari
Faktur Pajak yang hilang kepada PKP penjual atau pemberi JKP dengan
tembusan kepada KPP di tempat PKP pembeli atau penerima JKP
dikukuhkan dan kepada KPP di tempat PKP penjual atau pemberi JKP
dikukuhkan.
b. Berdasarkan permohonan dari PKP
pembeli atau penerima JKP , PKP penjual atau pemberi JKP membuat copy
dari arsip Faktur Pajak yang disimpan oleh PKP penjual atau pemberi JKP , untuk
dilegalisasi oleh KPP tempat PKP penjual atau pemberi JKP
dikukuhkan.
c. Legalisasi diberikan oleh KPP
tempat PKP penjual atau pemberi JKP dikukuhkan setelah meneliti
asli arsip Faktur Pajak dan SPT Masa PPN dari PKP penjual
atau pemberi JKP tersebut.
d. KPP tempat PKP pembeli atau
penerima JKP dikukuhkan wajib melakukan penelitian atas SPT Masa
PPN dari PKP pembeli atau penerima JKP untuk meyakinkan bahwa
Faktur Pajak yang dilaporkan hilang tersebut sudah dikreditkan sebagai Pajak
Masukan.
Tata
Cara Pembatalan Faktur Pajak
1.
Dalam hal terjadi pembatalan
transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang
Faktur Pajak-nya telah diterbitkan, maka Faktur Pajak tersebut harus
dibatalkan.
2.
Pembatalan transaksi harus didukung
oleh bukti atau dokumen yang membuktikan bahwa telah terjadi pembatalan
transaksi. Bukti dapat berupa pembatalan kontrak atau dokumen lain yang
menunjukkan telah terjadi pembatalan transaksi.
3.
Pengusaha Kena Pajak Penjual yang
melakukan pembatalan Faktur Pajak harus memiliki bukti dari Pengusaha Kena
Pajak Pembeli yang menyatakan bahwa transaksi dibatalkan.
4.
Faktur Pajak yang dibatalkan harus
tetap diadministrasi (disimpan) oleh Pengusaha Kena Pajak Penjual yang
menerbitkan Faktur Pajak tersebut.
5.
Pengusaha Kena Pajak Penjual yang
membatalkan Faktur Pajak harus mengirimkan surat pemberitahuan dan copy dari
Faktur Pajak yang dibatalkan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena
Pajak Penjual dikukuhkan dan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena
Pajak Pembeli dikukuhkan.
6.
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak
Penjual belum melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan di dalam Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, maka Pengusaha Kena Pajak Penjual
harus tetap melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN
atau PPnBM
C. Faktur Pajak Gabungan
Faktur Pajak Gabungan adalah satu Faktur
Pajak yang dibuat oleh PKP yang meliputi semua penyerahan BKP atau penyerahan
JKP yang terjadi selama satu bulan takwim kepada pembeli yang sama atau
penerima JKP yang sama.
Hal ini diperkenankan untuk meringankan beban
administrasi PKP. Faktur Pajak Gabungan yang merupakan Faktur Pajak Standar
harus dibuat paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan
BKP dan atau JKP.
D. Larangan Membuat Faktur Pajak
Orang Pribadi atau Badan yang
tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat Faktur Pajak.
Sanksi
PKP dikenai sanksi administrasi
sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak apabila tidak membuat Faktur Pajak, tidak
mengisi Faktur Pajak secara lengkap, dan melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai
dengan masa penerbitan Faktur Pajak.
No comments:
Post a Comment